JAKARTA. Pemerintah makin gencar mendorong kebun sawit untuk memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sejak pertama kali diluncurkan pada 1 April 2011 lalu, saat ini sudah ada 19 perusahaan yang mengantongi sertifikasi ISPO.Di akhir tahun ini, pemerintah targetkan perusahaan yang menerima sertifikasi menjadi 30 hingga 50 perusahaan. "Semua perusahaan besar atau petani kita akan dorong dapat memenuhi standar ISPO," ujar Hari Priyono, Sekretaris Jenderal Kementrian Pertanian (Kemtan), Selasa (24/9).Tahun ini ISPO akan memperkenalkan dua skema sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan bagi petani yaitu skema untuk Petani Plasma dan Skema Petani Swadaya. Skema ini dibuat berdasarkan hasil survei yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia dan telah melalui proses uji lapang. Persyaratan kebun sawit plasma dan kebun swadaya milik rakyat tentu tidak sama dengan persyaratan perkebunan besar, bagi petani plasma hampir semua pelaksanaan manajemen perkebunan ditangani oleh kebun inti sedangkan kebun rakyat swadaya semua kegiatan dilaksanakan sendiri. Skema ini diikuti oleh sistem sertifikasi yang sedikit berbeda dengan skema sertifikasi bagi perkebunan besar.Keikutsertaan para pekebun dalam skema ISPO adalah wajib, karena penerapannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. ISPO menggunakan mekanisme verifikasi melalui audit pihak ketiga untuk mengetahui apakah pelaksana atau perusahaan telah menerapkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Saat ini skema ISPO direncanakan untuk direvisi dengan masuknya ketentuan baru yaitu INPRES 10 tahun 2011 tentang Moratorium Penanaman di Lahan Gambut yang diperpanjang dengan INPRES 6 tahun 2013. Disamping itu perubahan ketentuan mengenai penerapan high conservation value atau nilai konservasi tinggi harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Meskipun saat ini permintaan akan minyak sawit berkelanjutan belum sebesar seperti yang diharapkan, akan tetapi permintaan tersebut akan meningkat di waktu mendatang, terutama setelah tahun 2014. Eropa mempersyaratkan akan membeli minyak sawit yang berkelanjutan untuk penggunaan industri dan energi terbarukan. Dari standar yang berlaku sampai saat ini permintaan minyak sawit berkelanjutan hanya sekitar 1 juta ton saja walaupun produksi telah mencapai sekitar 3 juta ton lebih.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah targetkan 30 sertifikasi ISPO
JAKARTA. Pemerintah makin gencar mendorong kebun sawit untuk memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sejak pertama kali diluncurkan pada 1 April 2011 lalu, saat ini sudah ada 19 perusahaan yang mengantongi sertifikasi ISPO.Di akhir tahun ini, pemerintah targetkan perusahaan yang menerima sertifikasi menjadi 30 hingga 50 perusahaan. "Semua perusahaan besar atau petani kita akan dorong dapat memenuhi standar ISPO," ujar Hari Priyono, Sekretaris Jenderal Kementrian Pertanian (Kemtan), Selasa (24/9).Tahun ini ISPO akan memperkenalkan dua skema sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan bagi petani yaitu skema untuk Petani Plasma dan Skema Petani Swadaya. Skema ini dibuat berdasarkan hasil survei yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia dan telah melalui proses uji lapang. Persyaratan kebun sawit plasma dan kebun swadaya milik rakyat tentu tidak sama dengan persyaratan perkebunan besar, bagi petani plasma hampir semua pelaksanaan manajemen perkebunan ditangani oleh kebun inti sedangkan kebun rakyat swadaya semua kegiatan dilaksanakan sendiri. Skema ini diikuti oleh sistem sertifikasi yang sedikit berbeda dengan skema sertifikasi bagi perkebunan besar.Keikutsertaan para pekebun dalam skema ISPO adalah wajib, karena penerapannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. ISPO menggunakan mekanisme verifikasi melalui audit pihak ketiga untuk mengetahui apakah pelaksana atau perusahaan telah menerapkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Saat ini skema ISPO direncanakan untuk direvisi dengan masuknya ketentuan baru yaitu INPRES 10 tahun 2011 tentang Moratorium Penanaman di Lahan Gambut yang diperpanjang dengan INPRES 6 tahun 2013. Disamping itu perubahan ketentuan mengenai penerapan high conservation value atau nilai konservasi tinggi harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Meskipun saat ini permintaan akan minyak sawit berkelanjutan belum sebesar seperti yang diharapkan, akan tetapi permintaan tersebut akan meningkat di waktu mendatang, terutama setelah tahun 2014. Eropa mempersyaratkan akan membeli minyak sawit yang berkelanjutan untuk penggunaan industri dan energi terbarukan. Dari standar yang berlaku sampai saat ini permintaan minyak sawit berkelanjutan hanya sekitar 1 juta ton saja walaupun produksi telah mencapai sekitar 3 juta ton lebih.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News