Pemerintah Targetkan 48.118 Unit SPKLU dan 196.179 Unit SPBKLU di 2030



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berambisi mendorong pertumbuhan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Targetnya, tahun 2030 nanti,  jumlah SPKLU bisa tumbuh menjadi 48.118 unit, sedang SPBKLU mencapai 196.179 unit.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu mengatakan, pemerintah telah menyusun sejumlah regulasi untuk mendorong pengembangan infrastruktur kendaraaan listrik tersebut.

Termasuk di antaranya yang terbaru, yakni Keputusan Menteri ESDM No. 182.K/TL.04/MEM.S/2023 yang ditetapkan 17 Juli 2023 lalu. 


Serangkaian insentif ini dipercaya Jisman bisa mengatasi persoalan dilema ayam-telur antara adopsi kendaraan listrik dan pengembangan infrastruktur ekosistemnya.

Baca Juga: Tarif Pengisian Baterai Mobil Listrik di SPKLU Diatur

“Kalau beberapa tahun yang lalu, antara (pengembang) SPKLU dengan konsumen boleh dikatakan muter saja, antara ayam dan telur siapa yang duluan. Namun demikian, dengan Pak Menteri sudah menandatangani semua baik tarifnya, permennya, mekanismenya, dan terakhir biaya layanan, saya kira sudah lengkap, tinggal menjalankan,” ujar Jisman di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Senin (31/7).

“Saya berharap, perputaran ayam dan telur ini sudah agak melambat dan akan menaik (pertumbuhan) dua-duanya (kendaraan listrik dan ekosistemnya), karena sudah ada insentif,” imbuhnya.

Kepmen ESDM No. 182.K/TL.04/MEM.S/2023 menetapkan biaya layanan pengisian listrik yang dapat dikenakan kepada pemilik kendaraan listrik untuk setiap 1 (satu) kali pengisian listrik pada SPKLU Fast atau Ultrafast Charging. Jumlahnya maksimal sebesar Rp 25.000 per pengisian untuk biaya fast charging, dan maksimal Rp 57.000 per pengisian untuk layanan ultra fast charging. Sementara itu, tarif layanan listrik masih di angka Rp 2.467 per kWh seperti diatur sebelumnya.

Biaya Layanan ini dimaksudkan sebagai insentif bagi Badan Usaha SPKLU agar terus mengembangkan SPKLU Fast dan Ultrafast Charging.

Pemerintah meyakini, ketentuan ini menguntungkan semua pihak, baik pengguna kendaraan listrik sebagai pengguna layanan maupun bagi pihak pengusaha infrastruktur ekosistem kendaraan listrik.

Menurut pemerintah, pengguna tetap bakal memperoleh penghematan 42%-61% saat menggunakan kendaraan listrik jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan internal combustion engine (ICE). 

Hitungan pemerintah, pengguna kendaraan ICE bakal menghabiskan Rp 1.875.000 per bulan jika jarak tempuh mobil rata-rata 15.000 km per tahun atau sekitar 1.250 liter per bulan. 

Ini dengan asumsi 1 liter BBM dihargai Rp 15.000 dan mampu memacu kendaraan untuk melaju sejauh Rp 10 km.

Sementara itu, biaya penggunaan kendaraan listrik per bulan menurut perkiraan Kementerian ESDM hanya mencapai Rp 780.000 jika menggunakan fast charging dan Rp 1 juta untuk ultra fast charging.

Itu pun dengan asumsi opsi pilihan biaya yang paling tinggi: pengguna hanya melakukan pengisian di SPKLU (tidak di rumah sendiri) dan hanya menggunakan SPKLU tipe fast charging atau ultra fast charging.

Baca Juga: Tarif Pengisian SPKLU Bermanfaat Bagi Investor Hingga Konsumen Mobil Listrik

Seperti diketahui, pengisian kendaraan listrik lewat instalasi privat seperti di rumah hanya dikenai tarif pelanggan listrik biasa berdasarkan golongan dan tidak dikenai biaya layanan pengisian listrik.

“Ketika kita coba membandingkan jika menggunakan EV, dengan asumsi yang kita gunakan ini adalah angka yang paling tinggi, yaitu chargingnya dilakukan semua di SPKLU, kemudian kalau kita menggunakan asumsinya menggunakan yang fast charging dengan sekali chargingnya 25.000 ditambah kebutuhan listrik per kwh 187 kwh per bulan, sehingga kalau kita menggunakan fast charging di tempat-tempat SPKLU dibutuhkan sekitar 780.000. Kalau ultrafast angkanya di sekitar Rp 1 juta,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Ditjen Gatik Kementerian ESDM, Havidh Nazif di acara yang sama.

Ketua Bidang Regulasi Asosiasi Pengusaha Pengisian Kendaraan Listrik Umum (APPKLI), Benhur, mengatakan bahwa  insentif berupa biaya layanan pengisian listrik bisa membuat pengusaha balik modal lebih cepat.

Hitungan asosiasi, pengusaha SPKLU bisa balik modal dalam kurun waktu 6 tahun dengan adanya insentif ini. Hitungan tersebut dengan asumsi rata-rata volume pengisian listrik terhadap mobil listrik sebanyak 5 unit per hari dengan tipe pengisian fast charging dan ultra fast charging serta biaya investasi SPKLU sekitar Rp 800 juta.

“(Dengan tarif Rp 2.467) tanpa biaya tambahan (biaya layanan pengisian listrik) balik modalnya 18 tahun,” kata Benhur saat ditemui usai acara.

Kendati demikian, APPKLI memproyeksi bahwa pengembangan ekosistem kendaraan listrik bisa lebih ngebut dengan sejumlah dukungan tambahan, salah satunya jika tarif penjualan listrik dinaikkan.

“Tapi itu memang agak sulit karena penetapan tarif itu di DPR,” ujarnya.

Roadmap dan Realisasi Pengembangan SPKLU dan SPBKLU

Menurut rencana, target 48.118 unit SPKLU dan 196.179 unit SPBKLU di 2030 bakal dicapai bertahap. Secara terperinci, penahapan pertumbuhannya direncanakan menjadi 5.573 SPKLU dan 8.872 SPBKLU di 2024, 9.287 SPKLU dan 18.379 SPBKLU di 2025, 14.254 SPKLU dan 35.433 SPBKLU di 2026, 20.870 SPKLU dan 61.780 SPBKLU di 2027, 28.043 SPKLU dan 97.300 SPBKLU di 2028, 38.177 SPKLU dan 142.575 SPBKLU di 2029, lalu 48.118 SPKLU dan 196.179 SPBKLU di 2030.

Hingga Juli 2023 ini, jumlah SPKLU yang sudah beroperasi mencapai 842 unit, sementara SPBKLU 1.34 unit. Sebanyak 616 SPKLU di antaranya dikembangkan oleh PLN. Direktur Retail dan Niaga PLN, Edi Srimulyanti, mengatakan bahwa PLN mengejar target sekitar 24.000 SPKLU dengan skema kemitraan.

PLN sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk memikat minat calon mitra, yaitu membebaskan uang jaminan langganan (UJL) mitra, memberi mitra keleluasaan untuk menentukan desain SPKLU, serta kemudahan pembagian omzet lewat digitalisasi.

“Jadi begitu nanti diisi maka revenue dari pengisian itu nanti bisa langsung masuk ke masing-masing mitra, jadi apakah itu pemilik lahan, pemilik mesin, ataupun lainnya, itu langsung bisa masuk ke sana,” kata Edi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi