Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,9% pada 2023, Apa Kata Ekonom?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suhaso Manoarfa menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 berada pada kisaran 5,3 hingga 5,9%. Target tersebut merupakan upaya Indonesia lepas dari Middle Income Trap pada 2045.

“Untuk mencapai ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai rata-rata sebesar 5,7% hingga 2045. Selain itu, kontribusi pertumbuhan ekonomi pada kawasan timur Indonesia juga harus didorong kontribusinya hingga mencapai 50% terhadap nasional,” ujar Suhaso Manoarfa dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2022, Kamis (21/4).

Dirinya mengatakan, untuk mencapai target tersebut, diperlukan juga dorongan pada konsumsi masyarakat yang diperkirakan dapat tumbuh 5,2 hingga 5,3%, mengingat adanya peningkatan aktivitas masyarakat di tengah peralihan dari masa pandemi ke endemi.

Baca Juga: Saratoga (SRTG) Menyiapkan Belanja Modal US$ 150 Juta untuk 2022

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky melihat bahwa target yang ditetapkan pemerintah pada tahun depan merupakan hal yang masuk akal, mengingat pada tahun ini banyak tekanan dan ketidakpastian. Mulai dari konflik geopolitik dan covid-19 yang masih terjadi di beberapa negara yang kemudian mendisrupsi rantai pasok global.

“Di tahun 2023 saya rasa make sense, kalau kita tertahan pertumbuhan ekonominya di 2022, maka di 2023 ini ada efek pegasnya, sehingga kemudian pertumbuhan ekonomi mampu tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisi normalnya,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Kamis (21/4).

Jika berkaca pada kuartal II 2021, ekonomi RI bisa tembus 7,07% yang dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi. Sehingga Riefky melihat bahwa pada tahun depan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh sedikit lebih tinggi.

“Pada tahun 2023 mungkin akan seperti itu, jika kemudian pada tahun 2022 ini masih relatif tertahan,” katanya.

Baca Juga: Emiten Perbankan Cetak Kinerja Ciamik, Simak Rekomendasi Analis

Namun kata Riefky, tantangannya adalah bagaimana tekanan inflasi dapat dijaga sehingga daya beli masyarakat tidak tergerus terlalu dalam.

“Di sisi lain, yang perlu diperhatikan adalah defisit fiskal yang kembali 2,3%, apakah ini mampu menjaga stabilitas makro agar tidak terganggu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan pada 2023,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli