JAKARTA. Pemerintah kembali menegaskan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah, tetap akan dibangun, meski masih ada beberapa kendala yang belum tuntas. “PLTU Batang tetap akan dibangun, karena kita ingin memberikan gambaran bahwa kepastian ekonomi ini tidak dipermainkan seperti hiruk pikuk yang terjadi di Batang yang bisa menyebabkan investasi tidak akan selesai-selasai,” kata Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, Lucky Eko Wuryanto, kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/8). Pernyataan Lucky sekaligus mempertegas pernyataan sejumlah pejabat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sebelumnya menyatakan pembangunan PLTU Batang akan tetap dilanjutkan. PLTU Batang sempat diisukan akan dipindahkan ke lokasi lain mengingat masih ada 13% lahan yang belum bisa dibebaskan.
Dalam Rapat Koordinasi antara Menko Perekonomian Chairul Tanjung bersama Wamen ESDM Susilo Siswoutomo, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan sejumlah pejabat Jawa Tengah yang membahas permasalahan pembangunan PLTU Batang, di Semarang, Rabu (6/8) pekan lalu, disepakati dua opsi terkait kendala pembangunan PLTU Batang. Pertama, bagaimana menyelesaikan persoalan lahan dengan cara persuasif. Kedua, pembebasan lahan akan dikoordinasikan atau diambil alih PLN. Alasannya, PLN adalah BUMN yang merupakan representasi dari pemerintah. PLN juga yang nantinya akan melanjutkan PLTU Batang bila proses kontrak BOT (Build, Operation, Transfer) dengan BPI telah selesai 25 tahun mendatang. Sehingga, PLN berkepentingan dalam proyek ini. Mempertegas kesepakatan tersebut, pada akhir pekan lalu Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan General Manager (GM) PLN Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Djoko R Abumanan, menegaskan siap menjalankan instruksi Kementerian Perekonomian untuk melanjutkan pembebasan 13% sisa lahan PLTU Batang yang hingga saat ini belum menunjukkan titik temu. Sebagai catatan, proyek PLTU adalah proyek hasil kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership / PPP) sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah.
Proyek senilai US$ 4 miliar tersebut terbagi dalam dua kategori lahan, yakni lahan seluas 226 hektare (ha) untuk Power Block, dan 100 ha untuk jaringan transmisi dan gardu induk. PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sebagai investor, hingga saat ini telah menyelesaikan pembebasan lahan untuk jaringan transmisi dan gardu induk. Adapun untuk Power Block, telah berhasil dibebaskan sekitar 87%. Proses pembebasan lahan yang telah dilakukan sejak Oktober 2011 itu sempat tertahan karena belum ada titik temu soal ganti rugi 13% lahan. Menurut Lucky, sambil PLTU Batang tetap dibangun, memang ada opsi tambahan untuk membangun PLTU baru di luar Batang. Sehingga bisa menambah suplai listrik di Jawa Tengah. Dengan tambahan lokasi baru, Jawa Tengah bakal punya dua pembangkit berkapasitas 2 X 1000 MW jika proses pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU di Batang bisa segera dirampungkan. “Selain pembangunan PLTU Batang terus dilanjutkan, PLN juga telah menyatakan untuk membangun pembangkit di tempat lain menyiasati lambatnya pembangunan PLTU Batang,” tandas Lucky. Secara terpisah Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengungkapkan pembangunan pembangkit listrik di Batang tetap harus jalan, meskipun ada opsi membangun PLTU di lokasi lain. “Ini bukan soal mau atau tidak mau, pembangunan PLTU itu Batang tetap harus dirampungkan secepatnya. Saya rasa kendala di tiap pembangunan untuk kepentingan publik pasti ada namun kita tidak boleh menyerah apalagi menyangkut kelistrikan,” tegas Tumiwa, saat dihubungi wartawan. Menurut Tumiwa, kebutuhan listrik khusus Jawa – Bali untuk satu tahun ke depan mencapai 3500 Megawatt. Karena itu, keberadaan PLTU Batang merupakan harga mati. Sedangkan keberadaan PLTU alternatif yang juga akan dibangun, tetap bisa dijalankan mengingat Jawa – Bali dalam 10 tahun kedepan membutuhkan 30.000 hingga 35.000 Megawatt listrik. ”Saya mendukung sepenuhnya pembangunan tersebut dengan cara apapun,” tegas Fabby. (Yoni Iskandar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan