KONTAN.CO.ID - Wacana penguatan regulasi aset kripto melalui revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi perbincangan hangat, termasuk di kalangan pelaku industri aset kripto. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok revisi UU P2SK yang untuk pertama kalinya akan mengatur aset kripto secara spesifik dalam kerangka sektor keuangan nasional di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menanggapi dinamika tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meyakini revisi UU P2SK justru akan membawa dampak positif bagi industri aset kripto. Dalam wawancara dengan Leon Hartono di podcast The Overpost, Misbakhun membagikan pandangannya bahwa revisi ini bertujuan memastikan kehadiran negara dalam pengaturan ekosistem aset kripto. Pasalnya, dalam UU P2SK saat ini, pengaturan baru berada pada tataran Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
“Tujuan revisi ini adalah memberikan kepastian pelindungan konsumen pada tataran aturan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang. Ini memperlihatkan negara semakin mengakui keberadaan aset kripto sebagai aset keuangan digital, sekaligus memberikan kepastian peta jalan ekosistem aset kripto dan menghadirkan pengawasan yang lebih akuntabel dan kredibel,” kata Misbakhun dikutip dari wawancaranya dengan Leon Hartono di Podcast The Overpost. Salah satu misi utama revisi UU P2SK adalah membentuk struktur pasar aset kripto yang lebih berdaulat. Seperti diketahui, struktur pasar yang ada saat ini masih didominasi mekanisme bilateral dan ketergantungan pada
order book global. Misbakhun menilai mekanisme tersebut kurang efisien seiring tidak adanya
price discovery dan memicu terjadinya
capital outflow ke
order book global. Menurutnya, revisi UU P2SK yang saat ini sedang dibahas justru menawarkan solusi melalui agregasi likuiditas. Ketika seluruh likuiditas terhubung menjadi satu dan menjadi lebih dalam, maka tidak perlu lagi penggunaan
order book global pada
order book lokal. “Ada miskonsepsi bahwa aturan baru akan berpotensi membuat konsumen beralih ke platform aset kripto luar negeri, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Dengan UU P2SK yang baru, kita mengonsolidasikan likuiditas yang tadinya terpencar sehingga akan menciptakan
order book lokal yang tebal dan dalam. Hasilnya? Daya saing industri lokal meningkat dan ketergantungan pada pasar luar berkurang,” jelas Misbakhun. Menampik Kekhawatiran Terhadap Potensi Sentralisasi Menjawab kekhawatiran mengenai sentralisasi dan risiko keamanan, Misbakhun meluruskan bahwa UU P2SK tetap membawa semangat desentralisasi melalui pemisahan fungsi. Ia menyebut, adanya bursa, kliring, kustodian, dan Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) memastikan masing-masing lembaga memiliki peran dan wewenangnya masing-masing sesuai dengan regulasi yang ada. Ia juga menegaskan bahwa bursa nantinya hanya menjadi tempat untuk perdagangan aset kripto, sementara PAKD tetap memegang kelolanya masing-masing. Sementara penyimpanan aset kripto akan dilakukan oleh lembaga kustodian dan lembaga kliring memastikan transaksi antara pembeli-penjual terjadi. Jika dalam praktiknya sampai terjadi insiden peretasan, dalam hal penanganannya, pihak terkait akan bertanggung jawab. Mekanismenya akan dapat diatur secara rigid mengenai sanksi dan kewajiban tanggung jawab, jadi regulasi tersebut diharapkan menjamin hak konsumen. “Dengan tata kelola yang
prudent dan regulasi yang jelas, pelindungan konsumen semakin maksimal. Investor cukup menghadapi risiko pasar berupa fluktuasi harga, jangan sampai mereka harus menanggung risiko kena
hack atau
scam, itu yang mau kita minimalisir lewat revisi UUP2SK ini,” tuturnya. Peningkatan Tata Kelola Melalui Revisi UUP2SK Misbakhun mengingatkan kembali bahwa semangat revisi UU P2SK adalah melindungi konsumen, memastikan pengawasan yang transparan, dan menghadirkan industri aset kripto yang mengedepankan tata kelola
prudent untuk setiap penyelenggara yang menjalankan kegiatannya. Ia menjelaskan bahwa yang terjadi selama ini, perdagangan tidak berlangsung secara transparan dan pencatatannya tidak jelas. Contohnya adalah pedagang melakukan pembelian aset kripto mewakili konsumen, tapi nama pembelinya justru pedagang. Lalu pembelian tersebut tidak jelas apakah menggunakan sumber dana konsumen atau jangan-jangan sumber dana yang lain. Menurut Misbakhun, permasalahan transparansi dan tata kelola tersebut dapat diatur dalam revisi UUP2SK. Setiap transaksi yang terjadi harus dapat diidentifikasi siapa yang melakukan jual-beli, lalu dari mana sumber pendanaannya. Hal ini wajib dilakukan karena aset kripto sudah diakui menjadi aset keuangan.
“Ini merupakan hal yang penting untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik. Setiap transaksi aset kripto menjadi jelas siapa yang memperjualbelikan, di mana diperjualbelikannya, aset apa yang ditransaksikan, dan siapa yang bertanggung jawab atas transaksi jual beli tersebut,” tutup Misbakhun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News