KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ambisi pemerintah untuk memperbesar menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tercermin dari beberapa inisiatif yang diberikan. Terbaru, subsidi terhadap bunga KUR telah ditentukan salah satunya untuk super mikro sebesar 15%. Hanya saja, pemberian subsidi tersebut dinilai berpeluang untuk tidak tepat guna. Sebab, subsidi belum tentu bisa mempercepat realisasi penyaluran KUR sesuai target yang diinginkan. Berdasarkan data SIKP sampai dengan 29 Agustus 2023, penyaluran KUR telah mencapai sebesar Rp 148,95 triliun. Itu berarti, realisasi penyaluran KUR baru sekitar 50,15% dari target tahun ini senilai Rp 297 triliun.
Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah melihat kebijakan subsidi tersebut bukanlah merupakan solusi jangka panjang. Sebab, bank akan lebih selektif untuk menyalurkan KUR dan hanya akan diberikan oleh nasabah-nasabah eksisting.
Baca Juga: Aturan Baru Subsidi Bunga KUR Dirilis, Super Mikro Ditetapkan 15% “Efektivitasnya yang kita pertanyakan,” ujar Piter kepada KONTAN, Senin (4/9). Oleh karenanya, ia melihat masyarakat yang selama ini belum bisa mendapatkan KUR juga kemungkinan akan tetap menikmati kredit tersebut. Padahal, selama ini banyak orang yang ingin mendapatkan kredit ini. Piter bilang saat ini sebenarnya yang diperlukan untuk solusi jangka panjang adalah bagaimana caranya agar bunga kredit itu memang turun, tanpa mengandalkan subsidi. Di mana, bunga kredit di Indonesia secara bertahun-tahun masih mahal, tidak hanya untuk segmen KUR tapi semua segmen. “Ini seperti orang sakit kepala yang hanya diberi
pain killer,” ujarnya. Sependapat, Ekonom Perbankan Binus University Dody Arifianto bilang subsidi itu terbilang cukup rendah. Akibatnya, bank bisa saja kian enggan untuk memberikan KUR mengingat risikonya bisa tinggi. “Segmen mikro ini kan sebenarnya segmen yang tidak begitu disukai oleh bank karena risikonya tinggi,” ujar Dody. Ia mencontohkan misal jika sekarang kisaran bunga KUR di level 18%, itu berarti nanti nasabahnya hanya akan mendapat bunga kredit 3%. Menurutnya, itu bakal berdampak pada nasabah-nasabah yang sejatinya belum layak mendapat KUR akhirnya mulai mendapatkan. Dody bilang saat ini yang perlu dibahas lebih lanjut dari kebijakan subsidi bunga KUR ini adalah bagaimana nantinya menghadapi risiko kredit yang tinggi. Mengingat, segmen ini termasuk yang memiliki NPL paling tinggi dibandingkan segmen lain.
Baca Juga: CIMB Niaga Apresiasi & Perkuat Empati dalam Melayani Kebutuhan Nasabah yang Utama “Kalau misal bank kasih KUR, meskipun nantinya disubsidi dari pemerintah, kalau kreditnya macet kan bank jadi rugi. Bodong artinya,” ujar Dody. Secara rinci, kebijakan baru tersebut menetapkan KUR super mikro sebesar 15%, untuk KUR Penempatan Pekerja Migran Indonesia sebesar 13,5%. Sementara itu, KUR Khusus disesuaikan berdasarkan nilai akad kredit/pembiayaan dengan beberapa ketentuan. Misalnya, untuk akad kredit/pembiayaan sampai dengan Rp 10 juta sebesar 12%, untuk akad kredit/pembiayaan di atas Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta rupiah sebesar 10%, dan untuk akad kredit/pembiayaan di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta sebesar 5,5%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi