JAKARTA. Pemerintah akhirnya menetapkan jumlah indikasi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara. "Jumlah indikasinya adalah Rp 5 triliun," beber Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto, saat paparan publik SBSN hari ini (14/8).Sekadar mengingatkan, sebelumnya, pemerintah memilih sukuk jenis ijarah (sale and lease back) yang memiliki jangka waktu jatuh tempo 7 tahun dan 10 tahun. "Kami ambil jalan tengah dengan menerbitkan sukuk jangka menengah," papar Bhimantara Widyajala, Direktur Surat Berharga Negara (SBN) Ditjen Pengelolaan Utang Depkeu.Sementara aset dasar (underlying asset) untuk penerbitan sukuk ini adalah aset Departemen Keuangan di seluruh Indonesia, berupa tanah dan bangunan senilai Rp 18,3 triliun.
Rahmat dan ketiga agen penjual sukuk, yaitu PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas dan PT Trimegah Securities optimis bisa melampaui target indikatif tersebut. "Kami yakin target pemerintah bisa terpenuhi lebih dari itu," ujar Direktur Trimegah Securities, Rosinu. Maklum saja, menurut Rahmat, bukan cuma investor syariah yang meminati sukuk ini, tetapi juga investor konvensional, termasuk investor asing. Apalagi, "Jumlah yang ditawarkan terbatas, dengan waktu penawaran yang juga singkat," terang Rachmat yang hanya akan menawarkan SBSN selama 5 hari. Direktur Kebijakan Pembiayaan Syariah Depkeu Dahlan Siamat mengatakan, Depkeu juga memberikan fasilitas
currency swop untuk investor asing guna menghindari kerugian yang diakibatkan perubahan nilai tukar mata uang. Beberapa dana pensiun mengakui tertarik untuk membiakkan dana di instrumen syariah ini. Apalagi jangka waktu jatuh temponya cukup panjang. "Kalau imbal hasilnya menarik, kami pasti beli," tegas Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Edi Praptono. Investor Lihat Imbal Hasil Namun menurut Edi, dana pensiun baru akan masuk ke sukuk bila imbal hasilnya mencapai 12%. "Kami punya acuan bunga teknis aktuaria sebesar 9-11%, kalau di bawah itu, kewajiban anggota kami bisa lebih besar," ujar Edi. Perusahaan dana pensiun akan menyesuaikan permintaan sukuk dengan kebutuhan perusahaan. "Ada kemungkinan akan kami tukar instrumen jangka pendek dalam portofolio kami dengan sukuk, kalau kebutuhan tenor 7 tahun kami belum terpenuhi," tandas Edi. Mengenai keterbatasan unit, Edi mengaku tak khawatir kehabisan. "Jika pasar primer kehabisan, dana pensiun akan beli di pasar sekunder," tegas Edi.
Analis obligasi Danareksa Sekuritas Budi Susanto menilai, ke depan pasar sekunder sukuk bakal likuid. Pasalnya, "Dulu kan Dewan Syariah Nasional melarang
trading di
secondary market, sekarang sudah boleh," ujar Budi. Pemerintah berjanji menerbitkan sukuk secara reguler untuk bisa mengembangkan
secondary market yang kuat. Untuk menambah basis investor, pemerintah pun berencana segera menerbitkan sukuk ritel di awal tahun 2009 mendatang. "Kami mempertimbangkan kondisi pasar dan upaya diversifikasi instrumen surat utang dalam negeri yang bisa dijual," terang Rahmat. Tahun ini juga pemerintah juga sudah mempersiapkan sukuk dalam denominasi dolar. Rencananya, di minggu ke empat bulan Oktober nanti, pemerintah akan menggelar
roadshow ke sejumlah negara. "Saya belum bisa sebutkan tujuannnya" kata Rachmat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie