JAKARTA. Pemerintah dinilai over optimistis dalam memasang berbagai target, termasuk target pertumbuhan ekonomi. Namun pada kenyataannya pertumbuhan tak seperti yang diharapkan sehingga kerap terjadi pemangkasan target. "Pemangkasan target dilakukan dengan sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi misalnya, dari 6,8 menjadi 6,3 persen. Tetapi diperkirakan maksimal pertumbuhan tahun ini hanya akan naik 5,8 persen," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini di Gedung SMESCO, Rabu (18/12/2013). Hendri menyatakan optimisme berlebihan terjadi pada ekspor. Dengan tren perlambatan permintaan dan penurunan harga komoditas primer, pemerintah tetap menargetkan pertumbuhan ekspor 11,7 persen, namun realisasinya diprediksi hanya 4,4 persen. Selain masalah angka, evaluasi atas pilihan kebijakan ekonomi menurut dia jauh lebih penting dibandingkan dengan hanya sekedar menilai capaian pemerintah. "Pemerintah sering mengabaikan kondisi yang ada, sehingga respon kebijakan yang diambil cenderung ala kadarnya dan tidak memadai untuk menyelesaikan masalah pokoknya. Tidak heran bila akhirnya kebijakan ekonomi yang dikeluarkan justru tidak konsisten dan tidak jelas arahnya," ujar Hendri. Lebih lanjut Hendri mengatakan, akibat tidak jujur dalam melihat masalah, langkah kebijakan ekonomi selama tahun 2013 tak memadai untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. "Bahkan arah kebijakan ekonomi semakin tidak jelas dalam menjaga kepentingan nasional," kata dia. Hendri memberi contoh dalam paket kebijakan Agustus dan November, untuk mengurangi tekanan defisit, pemerintah cenderung memilih untuk mengotak-atik impor barang konsumsi dibandingkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor untuk industri. "Benar bahwa dalam jangka pendek tak mudah untuk mengurangi ketergantungan atas bahan baku impor. Akan tetapi, paket kebijakan semestinya dapat diterapkan pada sejumlah barang. Meski terbatas, kebijakan seperti ini akan memberi sinyal bahwa pemerintah akan melakukan reorientasi kebijakan dengan terus mengurangi ketergantungan impor, dan memberi insentif bagi penyerapan bahan baku dan penolong lokal," Hendri menjelaskan. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah terlalu yakin patok pertumbuhan ekonomi
JAKARTA. Pemerintah dinilai over optimistis dalam memasang berbagai target, termasuk target pertumbuhan ekonomi. Namun pada kenyataannya pertumbuhan tak seperti yang diharapkan sehingga kerap terjadi pemangkasan target. "Pemangkasan target dilakukan dengan sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi misalnya, dari 6,8 menjadi 6,3 persen. Tetapi diperkirakan maksimal pertumbuhan tahun ini hanya akan naik 5,8 persen," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini di Gedung SMESCO, Rabu (18/12/2013). Hendri menyatakan optimisme berlebihan terjadi pada ekspor. Dengan tren perlambatan permintaan dan penurunan harga komoditas primer, pemerintah tetap menargetkan pertumbuhan ekspor 11,7 persen, namun realisasinya diprediksi hanya 4,4 persen. Selain masalah angka, evaluasi atas pilihan kebijakan ekonomi menurut dia jauh lebih penting dibandingkan dengan hanya sekedar menilai capaian pemerintah. "Pemerintah sering mengabaikan kondisi yang ada, sehingga respon kebijakan yang diambil cenderung ala kadarnya dan tidak memadai untuk menyelesaikan masalah pokoknya. Tidak heran bila akhirnya kebijakan ekonomi yang dikeluarkan justru tidak konsisten dan tidak jelas arahnya," ujar Hendri. Lebih lanjut Hendri mengatakan, akibat tidak jujur dalam melihat masalah, langkah kebijakan ekonomi selama tahun 2013 tak memadai untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. "Bahkan arah kebijakan ekonomi semakin tidak jelas dalam menjaga kepentingan nasional," kata dia. Hendri memberi contoh dalam paket kebijakan Agustus dan November, untuk mengurangi tekanan defisit, pemerintah cenderung memilih untuk mengotak-atik impor barang konsumsi dibandingkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor untuk industri. "Benar bahwa dalam jangka pendek tak mudah untuk mengurangi ketergantungan atas bahan baku impor. Akan tetapi, paket kebijakan semestinya dapat diterapkan pada sejumlah barang. Meski terbatas, kebijakan seperti ini akan memberi sinyal bahwa pemerintah akan melakukan reorientasi kebijakan dengan terus mengurangi ketergantungan impor, dan memberi insentif bagi penyerapan bahan baku dan penolong lokal," Hendri menjelaskan. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News