Pemerintah Tetapkan Penyesuaian Royalti untuk Nikel, Begini Catatan Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan penyesuaian royalti untuk sejumlah komoditas mineral dan batubara di tengah kenaikan harga yang terjadi.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, pemerintah memang perlu mempertimbangkan penyesuaian royalti khususnya saat harga komoditas meroket. Kendati demikian, Faisal menilai pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak yang mungkin timbul saat harga komoditas melemah.

Di sisi lain, komoditas bijih nikel kini juga ikut dikenakan penyesuaian royalti. Tercatat, dalam PP No 26 Tahun 2022, Kementerian ESDM menambah tarif royalti pada nikel yakni untuk bijih nikel kadar < 1,5% sebagai bahan baku industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai maka dikenakan tarif royalti sebesar 2% dari harga.


Baca Juga: Kementerian ESDM Lakukan Penyesuaian Tarif Royalti untuk Komoditas Emas dan Nikel

Menanggapi hal ini, Faisal menilai pemerintah perlu mengkaji penetapan royalti untuk bijih nikel.

"Perlu dilihat ya perbedaan antara komoditas karena kan ada komoditas yang bisa, boleh diekspor dalam bentuk mentah. Nikel kan tidak seperti batubara dan emas. Itu kan boleh diekspor ya. Nah, jadi beda kasusnya sama nikel, nikel kan tidak boleh," kata Faisal kepada Kontan, Senin (23/8).

Faisal melanjutkan, selama ini bijih nikel seluruhnya dipasok untuk kebutuhan smelter di dalam negeri. Selain itu harga patokan yang digunakan pun levelnya berada di bawah harga internasional. Pemerintah juga diminta untuk memperhatikan tata kelola yang ada selama ini khususnya dalam praktik jual beli antara penambang dan pengusaha smelter.

Tak hanya itu, menurutnya praktik-praktik yang terjadi selama ini patut diawasi oleh pemerintah termasuk potensi penilaian kadar yang tidak sesuai.

Baca Juga: Perusahaan Batubara yang Lakukan Hilirisasi Dapat Royalti 0%

"Untuk menghindari pungutan atau royalti bisa terjadi misalnya supaya pengukuran kadar dari komoditasnya itu kalau tidak dipantau bisa dipatok lebih rendah," imbuh Faisal.

Untuk itu, selain mendorong agar pemerintah mengkaji kembali penerapan royalti untuk bijih nikel, Faisal berharap pemerintah meningkatkan pengawasan tata kelola bijih nikel.

"Ujungnya kan sebetulnya sama untuk bagaimana negara mendapatkan pemasukan dari kondisi harga komoditas saat ini," pungkas Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .