Pemerintah Thailand menolak penundaan pemilu



BANGKOK. Pemerintah Thailand menolak permintaan penundaan pemilu yang diagendakan berlangsung bulan Februari. Pemerintah enggan memenuhi permintaan demonstran, walaupun konflik politik itu membuat salah satu polisi di tewas dalam sebuah bentrokan.

Sebelumnya, komisi pemilihan mendesak penundaan pemilihan umum dengan alasan keamanan untuk para calon yang akan melakukan kampanye. Namun, pemerintah mengatakan, parlemen telah dibubarkan sehingga tidak ada alasan legal untuk melakukan penundaan.

Para pengunjuk rasa menuntut pemerintah mundur dan diganti dengan "dewan rakyat". Dalam pidato di televisi, wakil Perdana Menteri Phongthep Thepkanjana menolak seruan komisi pemilu tersebut.


"Komisi Pemilu mengatakan, menyelenggarakan pemilu akan menimbulkan kekekerasan, namun pemerintah percaya penundaan akan menyebabkan kekerasan bisa meningkat lagi," kata Phongthep.

Kekerasan meningkat

Kekerasan demi kekerasan terjadi di Thailand. Pada kerusuhan yang terjadi Kamis (26/12) merupakan yang paling parah, sejak gelombang protes terjadi di negeri Gajah Putih itu.

Tampak sebagian kelompok demonstran melemparkan batu dan sebagian lainnya membawa senjata guna menerobos stadion tempat Komisi Pemilu menerima pendaftaran calon legislatif.

Namun, prilaku demonstran itu dibalas dengan polisi dengan melemparkan gas air mata untuk membubarkan massa.

Tahun 2011 silam, Partai Pheu Thai yang dipimpin Yingluck memenangkan pemilu tahun dan memiliki mayoritas besar suara di parlemen.

Namun, para pengunjunk rasa mengatakan, naiknya Yingluck sebagai Perdana Menteri di Thailand tak lepas dari pengaruh saudaranya, yakni Thaksin Shinatra, yang dinilai telah Thailand dari pengasingan.

Sebagaimana diketahui, Thanksin digulingkan melalui kudeta militer tahun 2006 lalu dan melarikan diri sebelum dijatuhi hukuman korupsi.

Editor: Asnil Amri