JAKARTA. Pemerintah memutuskan menolak untuk membiayai anggaran program pencapaian kekuatan pokok alias minimum essential forces (MEF) Kementerian Pertahanan. Kementerian Keuangan mengatakan, sampai saat ini banyak dokumen yang belum diserahkan oleh Kementerian Pertahanan untuk proyek tersebut. Padahal, kata Askolani, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, daftar kebutuhan yang diajukan oleh Kementerian Pertahanan untuk mendukung proyek tersebut banyak. "Menteri Pertahanan bilang anggaran itu untuk kewajiban kontraktual salah satunya senilai Rp 1,1 triliun, tapi sampai saat ini kami tidak pegang datanya, makanya tidak ada yang disetujui," kata Askolani di Gedung DPR Senin (24/2). Tantowi Yahya, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar kepada KONTAN mengatakan, selain terbentur oleh masalah dokumen, proses persetujuan anggaran program MEF juga ditolak karena kondisi keuangan negara yang saat ini tidak memadai. Komisi I melihat, defisit anggaran yang saat ini mencapai 3% dan kondisi neraca transaksi berjalan yang sampai saat ini masih cukup mengkhawatirkan juga membuat anggaran MEF susah disetujui. "Segala macam teori sudah kami sampaikan tapi pemerintah memang tidak punya duit," katanya. Sementara itu Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, bahwa meskipun ditolak di forum DPR kementeriannya tidak akan menyerah. Kementerian Pertahanan akan tetap melanjutkan pembahasan permohonan anggaran MEF tersebut di tingkat forum pemerintah. "DPR telah menyetujui diskusi ini digeser dari forum politik DPR ke pemerintah. Di forum pemerintah kami akan diskusi lagi," katanya. Catatan saja, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan saat ini memang tengah menjalankan program MEF bernilai triliunan rupiah. Untuk mendukung program ini mereka membeli sejumlah peralatan tempur mahal. Beberapa yang sudah mereka beli adalah 16 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, 180 tank Leopard dan Marder dari Jerman, 37 unit meriam 155MM Howitzer dari Prancis dan 38 unit rudal MLRS dari Brasil.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah tolak biayai anggaran pertahanan
JAKARTA. Pemerintah memutuskan menolak untuk membiayai anggaran program pencapaian kekuatan pokok alias minimum essential forces (MEF) Kementerian Pertahanan. Kementerian Keuangan mengatakan, sampai saat ini banyak dokumen yang belum diserahkan oleh Kementerian Pertahanan untuk proyek tersebut. Padahal, kata Askolani, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, daftar kebutuhan yang diajukan oleh Kementerian Pertahanan untuk mendukung proyek tersebut banyak. "Menteri Pertahanan bilang anggaran itu untuk kewajiban kontraktual salah satunya senilai Rp 1,1 triliun, tapi sampai saat ini kami tidak pegang datanya, makanya tidak ada yang disetujui," kata Askolani di Gedung DPR Senin (24/2). Tantowi Yahya, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar kepada KONTAN mengatakan, selain terbentur oleh masalah dokumen, proses persetujuan anggaran program MEF juga ditolak karena kondisi keuangan negara yang saat ini tidak memadai. Komisi I melihat, defisit anggaran yang saat ini mencapai 3% dan kondisi neraca transaksi berjalan yang sampai saat ini masih cukup mengkhawatirkan juga membuat anggaran MEF susah disetujui. "Segala macam teori sudah kami sampaikan tapi pemerintah memang tidak punya duit," katanya. Sementara itu Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, bahwa meskipun ditolak di forum DPR kementeriannya tidak akan menyerah. Kementerian Pertahanan akan tetap melanjutkan pembahasan permohonan anggaran MEF tersebut di tingkat forum pemerintah. "DPR telah menyetujui diskusi ini digeser dari forum politik DPR ke pemerintah. Di forum pemerintah kami akan diskusi lagi," katanya. Catatan saja, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan saat ini memang tengah menjalankan program MEF bernilai triliunan rupiah. Untuk mendukung program ini mereka membeli sejumlah peralatan tempur mahal. Beberapa yang sudah mereka beli adalah 16 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, 180 tank Leopard dan Marder dari Jerman, 37 unit meriam 155MM Howitzer dari Prancis dan 38 unit rudal MLRS dari Brasil.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News