JAKARTA. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menuntaskan silang sengkarut status ExxonMobil Oil Indonesia di Natuna D Alpha. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menjelaskan secara panjang lebar historis keberadaan ExxonMobil di blok kaya gas tersebut. Termasuk alasan pemerintah menolak pengajuan perpanjangan Plan of Development (PoD) pada awal 2009. Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Natuna D Alpha ditandatangani antara Pertamina (sekarang BP Migas) dengan anak usaha ExxonMobil, Esso Natuna pada 8 Januari 1980 untuk jangka waktu 30 tahun. Participating interest KKS tersebut adalah 50% milik Pertamina dan 50% dipegang Esso Natuna. Pada 1996, participating interest Pertamina di Blok Natuna D Alpa dialihkan sebanyak 26% ke Mobil Natuna yang juga anak usaha ExxonMobil. Dengan demikian participating interest pada Blok Natuna D Alpha adalah Pertamina 24%, dan ExxonMobil melalui anak usahanya 76%. Kemudian pada 9 Januari 1995 ditandatangani basic agreement antara Pertamina (sekarang BP Migas) dan Esso Exploration & Production Natuna Inc. Basic Agreement tersebut hanya merubah beberapa pasal dalam KKS Natuna D Alpha yang antara lain mengatur batas waktu bagi kontraktor untuk mengajukan komitmen mengembangkan struktur AL di blok Natuna D Alpha menjadi 9 Januari 2005. "Sesuai dengan KKS pengajuan komitmen pengembangan lapangan hanya bisa diterima jika BP Migas dan KKKS bersama-sama sepakat terlebih dahulu bahwa pengembangan lapangan tersebut dinyatakan secara ekonomis dapat dikembangkan (commercially viable) secara feasibility study," ujar Purnomo, Jumat (16/1). Tetapi kenyataannya, surat komitmen yang disampaikan oleh Esso Esploration & Production Natuna Inc sebelum 9 Januari 2005 tidak disertai feasibility study yang dapat dipakai untuk memastikan commercial viability. Selanjutnya, kesempatan yang diberikan oleh BP Migas untuk menyampaikan feasibility study sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan yaitu 6 Januari 2005 tidak dapat dipenuhi oleh ExxonMobil sehingga KKS blok Natuna D Alpha berdasarkan kontrak yang berlaku secara otomatis berakhir. Tapi kemudian mengingat mendesaknya kebutuhan untuk meningkatkan produksi gas bumi, pemerintah membentuk Tim Penyiapan KKS blok Natuna D Alpha yang antara lain bertugas melakukan negosiasi KKS baru dengan ExxonMobil. "Sayangnya negosiasi itu tidak mencapai kesepakatan, maka di awal 2008 pemerintah melalui rapat kabinet terbatas menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk menyusun feasibility study (FS) rencana pengelolaan lapangan gas Natuna D Alpha," kata Purnomo. Makanya Pak Menteri menegaskan sejak kontrak berakhir, secara otomatis semua permohonan persetujuan terkait pelaksanaan KKS yang lama seperti rencana kerja dan anggaran tidak diproses dan dikembalikan oleh BP Migas. "Demikian juga PoD yang diajukan oleh Esso Natuna Ltd telah ditolak BP Migas secara tertulis pada 14 Januari 2009, karena secara otomatis telah berakhir," ujar Purnomo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah Tuntaskan Silang Sengkarut Natuna D Alpha
JAKARTA. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menuntaskan silang sengkarut status ExxonMobil Oil Indonesia di Natuna D Alpha. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menjelaskan secara panjang lebar historis keberadaan ExxonMobil di blok kaya gas tersebut. Termasuk alasan pemerintah menolak pengajuan perpanjangan Plan of Development (PoD) pada awal 2009. Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Natuna D Alpha ditandatangani antara Pertamina (sekarang BP Migas) dengan anak usaha ExxonMobil, Esso Natuna pada 8 Januari 1980 untuk jangka waktu 30 tahun. Participating interest KKS tersebut adalah 50% milik Pertamina dan 50% dipegang Esso Natuna. Pada 1996, participating interest Pertamina di Blok Natuna D Alpa dialihkan sebanyak 26% ke Mobil Natuna yang juga anak usaha ExxonMobil. Dengan demikian participating interest pada Blok Natuna D Alpha adalah Pertamina 24%, dan ExxonMobil melalui anak usahanya 76%. Kemudian pada 9 Januari 1995 ditandatangani basic agreement antara Pertamina (sekarang BP Migas) dan Esso Exploration & Production Natuna Inc. Basic Agreement tersebut hanya merubah beberapa pasal dalam KKS Natuna D Alpha yang antara lain mengatur batas waktu bagi kontraktor untuk mengajukan komitmen mengembangkan struktur AL di blok Natuna D Alpha menjadi 9 Januari 2005. "Sesuai dengan KKS pengajuan komitmen pengembangan lapangan hanya bisa diterima jika BP Migas dan KKKS bersama-sama sepakat terlebih dahulu bahwa pengembangan lapangan tersebut dinyatakan secara ekonomis dapat dikembangkan (commercially viable) secara feasibility study," ujar Purnomo, Jumat (16/1). Tetapi kenyataannya, surat komitmen yang disampaikan oleh Esso Esploration & Production Natuna Inc sebelum 9 Januari 2005 tidak disertai feasibility study yang dapat dipakai untuk memastikan commercial viability. Selanjutnya, kesempatan yang diberikan oleh BP Migas untuk menyampaikan feasibility study sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan yaitu 6 Januari 2005 tidak dapat dipenuhi oleh ExxonMobil sehingga KKS blok Natuna D Alpha berdasarkan kontrak yang berlaku secara otomatis berakhir. Tapi kemudian mengingat mendesaknya kebutuhan untuk meningkatkan produksi gas bumi, pemerintah membentuk Tim Penyiapan KKS blok Natuna D Alpha yang antara lain bertugas melakukan negosiasi KKS baru dengan ExxonMobil. "Sayangnya negosiasi itu tidak mencapai kesepakatan, maka di awal 2008 pemerintah melalui rapat kabinet terbatas menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk menyusun feasibility study (FS) rencana pengelolaan lapangan gas Natuna D Alpha," kata Purnomo. Makanya Pak Menteri menegaskan sejak kontrak berakhir, secara otomatis semua permohonan persetujuan terkait pelaksanaan KKS yang lama seperti rencana kerja dan anggaran tidak diproses dan dikembalikan oleh BP Migas. "Demikian juga PoD yang diajukan oleh Esso Natuna Ltd telah ditolak BP Migas secara tertulis pada 14 Januari 2009, karena secara otomatis telah berakhir," ujar Purnomo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News