JAKARTA. Pemerintah akan membebaskan Pajak Penghasilan (PPh 21 dan 25) untuk karyawan dan badan sebagai salah satu bentuk stimulus sektor riil. Pembebasan PPh akan diberikan kepada perusahaan yang mengalami kesulitan operasional sehingga berniat merumahkan karyawannya. Bentuk stimulus itu akan mengantikan skema pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN DTP) yang dianggap pemerintah tidak akan tepat sasaran. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan (Depkeu) Anggito Abimanyu mengatakan pemerintah akan melakukan seleksi perusahan-perusahaan mana yang akan memperoleh pembebasan pajak penghasilan tersebut. "Untuk memudahkan dari sisi administrasi jadi akan kita modifikasi dari PPN DTP untuk bahan baku menjadi PPN produk akhir," kata Anggito di Jakarta, Rabu (14/1).
Ia mengatakan penerapan PPh DTP lebih mudah karena akan langsung dirasakan oleh wajib pajak sedangkan PPN DTP hanya untuk produk saja. Walaupun begitu pemerintah tetap akan mempertahankan sektor-sektor yang telah ditetapkan untuk mendapat PPN DTP dan BM DTP karena pemerintah tidak akan merubah PMK induk yang telah ditandatangani Menteri Keuangan 1 Januari 2009 lalu. "PPN DTP akan kita alihkan kepada PPh karyawan. Nanti dalam perubahan APBN akan kita usulkan untuk PPn DTP itu menjadi PPh," katanya. Namun berapa alokasi dana yang akan diberikan untuk PPh DTP masih belum jelas alias masih dalam perhitungan Depkeu. PPN DTP masih diberikan untuk minyak goreng, migas, panas bumi dan BBN. Pemerintah akan mengabungkan jumlah insentif dari alokasi sebelumnya sebesar Rp 12,5 triliun dan Rp 15 triliun untuk stimulus sektor riil. Bentuk-bentuk insentif yang akan diberikan selain PPN DTP, BM DTP, PPh DTP untuk dunia usaha juga insentif untuk rumah tangga dan masyarakat, dan insentif untuk infrastruktur. Pemerintah mengurangi janji tambahan pemberian stimulus dari Rp 38 triliun menjadi hanya sekitar Rp 15 triliun karena menurunya penerimaan pemerintah sehingga defisit menjadi membengkak dari 1% menjadi 2,5%. Penurunan jumlah belanja ternyata belum bisa mengkompensasi dalamnya penurunan penerimaan negara. "Penurunan penerimaan Rp 100 triliun sedangkan penurunan belanja sekitar Rp 40 triliun triliun. Berarti ada tambahan defisit sebesar Rp 80 triliun," kata Anggito. Ia mengatakan, pemerintah memberikan stimulus yang sifatnya pengeluaran dan stimulus yang sifatnya adalah penerimaan. Stimulus yang berupa penerimaan berupa pengurangan beban pajak sedangkan yang bersifat pengeluaran dalam bentuk stimulus infrastruktur. Total Rp 27,5 triliun merupakan stimulus fiskal yang berupa pengeluaran tunai pemerintah. "Kita baru menghitung jumlahnya saja tapi peruntukannnya akan diumumkan nanti setelah kita ke DPR nanti.
Kita akan nambah alokasi anggaran Departemen Pekerjaan Umum (DPU)," kata Anggito. Dana stimulus tambahan sebesar Rp 15 T untuk PPh DTP akan diambilkan sebagian dari realokasi pemberian PPn DTP sebesar Rp 12,5 triliun. Selain itu stimulus juga akan diberikan untuk untuk rumah tangga seperti peningkatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), untuk dunia usaha untuk UMKM, KUR, subsidi solar, subsidi obat generik termasuk untuk infrastruktur. "Pembebasan PPh dihitung misalnya perusahaan itu mengalami kesulitan di dalam operasionalnya maka dia minta untuk penundaan pembayaran. Nanti kita bantu supaya PPh karyawannya kita bayarin. sehingga dia tidak harus membayar PPh 21 untuk karyawan," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: