Pemerintah ubah pungutan PPh atas usaha pelayaran



JAKARTA. Pemerintah terus mencari celah untuk mengamankan penerimaan pajak tahun ini. Untuk itu, pemerintah berencana merevisi aturan main perpajakan dalam industri pelayaran, khususnya bagi perusahaan luar negeri yang beroperasi di Indonesia. Soalnya, masih banyak perusahaan pelayaran asing yang mangkir dari kewajiban pembayaran pajak mereka.

Selama ini, perusahaan pelayaran dari dalam dan luar negeri sama-sama wajib membayar pajak penghasilan (PPh) final Pasal 15. Perusahaan pelayaran lokal harus menyetorkan PPh final sebesar 1,2% dari nilai peredaran bruto atawa penghasilan. Sedang tarif pajak bagi perusahaan pelayaran asing sebesar 2,64%. Setoran pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya untuk perusahaan pelayaran domestik dan tanggal 20 buat perusahaan internasional.

Tapi, hanya perusahaan pelayaran dalam negeri yang patuh membayar pajak. "Kami akan bekerjasama dengan Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan Kementerian Perhubungan untuk mendesain sistem pajak yang baru," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Selasa (10/3).


Ada dua opsi sistem PPh yang anyar. Cuma intinya, pemerintah ingin perusahaan pelayaran dalam negeri dan luar negeri sama-sama menanggung beban pajak berimbang. Tujuannya adalah, agar perusahaan lokal tidak terbebani dan mampu bersaing dengan perusahaan asing.

Opsi pertama, tarif PPh final bagi perusahaan pelayaran asing akan diturunkan sehingga sama dengan yang perusahaan domestik. Opsi kedua, PPh final dihapus sehingga tak membebani perusahaan dalam negeri. "Sistem pajak akan dinetralkan, memberi beban yang sama berat bagi pengusaha asing dan domestik," terang Bambang.

Astera Primanto Bhakti, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara, menjelaskan, rencana penetralan pajak tersebut dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan, baik untuk perusahaan pelayaran lokal maupun asing. Dengan penetralan itu, pemerintah berharap industri pelayaran dalam negeri bisa bersaing dengan perusahaan pelayaran luar negeri. Secara tak langsung, ini membantu industri pelayaran kita.

Memang, menurut Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), penerapan pajak harus berdasar pada azas keadilan. Tapi, bukan berarti tarifnya harus sama. Ia menyarankan agar pemerintah perlu mengerek tarif PPh untuk perusahaan pelayaran asing dan mengubah PPh untuk perusahaan lokal dari final menjadi nonfinal. Dengan begitu, industri pelayaran domestik bisa berkembang sekaligus bersaing dengan perusahaan pelayaran asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia