Pemerintah usul naikkan tarif impor saat masa panen



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengusulkan untuk menaikkan tarif impor saat masa panen. Hal itu rencananya diterapkan untuk produk hortikultura serta hewan dan produk dari hewan. Usulan itu disampaikan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

"Ketika petani kita panen atau sedang banyak daging, tarif bisa naik," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Peternakan (Kemtan) I Ketut Diarmita usai rapat, Selasa (3/9).

Usul tersebut akan kembali dibahas mengenai teknisnya. Nantinya Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membahas ketentuan tarif tersebut untuk diusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).


Baca Juga: Penerimaan cukai dipatok tumbuh 9%, tarif cukai rokok pasti naik dobel digit

Rencana tersebut ditujukan untuk melindungi peternak dan petani Indonesia. Upaya tersebut guna menyiasati gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru ke organisasi perdagangan dunia (WTO). "Memang itu (pengaturan tarif) dibenarkan, sepanjang itu dibenarkan itu akan dilakukan," terang Ketut.

Sebelumnya AS dan Selandia Baru melaporkan Indonesia ke WTO. Pasalnya Indonesia dinilai menerapkan kebijakan larangan impor produk hortikultura dan produk hewan saat masa panen.

Gugatan tersebut pun telah dimenangkan oleh WTO. Oleh karena itu Indonesia menyesuaikan sejumlah aturan untuk meniadakan pasal larangan impor saat masa panen.

Baca Juga: Dolar AS mencapai level tertinggi sejak Mei 2017, harga emas turun tipis

Terdapat sejumlah aturan yang direvisi guna memenuhi hasil gugatan tersebut. Antara lain adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 38 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 59 tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.

Meski begitu pemerintah juga tetap akan melakukan upaya perlindungan petani lokal. Selain perlindungan melalui tarif, pemerintah juga akan melakukan perlindungan non tarif untuk kesehatan dan kehalalan produk.

"Kita pakai pijakan disaat ada kasus penyakit, kemudian halal, jadi kita sudah ga bisa berkelit dengan alasan yang tidak jelas harus jelas semua," jelas Ketut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .