Pemerintah Usulkan Wajib Divestasi 20% dalam RPP Usaha Pertambangan



JAKARTA. Pemerintah mengusulkan kewajiban divestasi sebesar 20% dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kegiatan Usaha Pertambangan. RPP tersebut merupakan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, dalam Pasal 112 ayat (1) UU tersebut menyebutkan setelah lima tahun berproduksi suatu badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing wajib melakukan divestasi sahamnya kepada pihak nasional. Pihak nasional nantinya diwakili oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD atau perusahaan swasta nasional lainnya. "Tetapi dalam UU tersebut besaran divestasinya belum ditentukan jadi harus diatur dalam sebuah PP. Berdasarkan pengalaman, kebanyakan perusahaan tambang nasional memiliki saham di perusahaan asing sekitar 20%, jadi kami mengusulkan angka tersebut dalam RPP yang sedang disusun," kata Bambang, Senin (29/6). Ia menambahkan, dalam RPP tersebut perusahaan tambang asing yang sudah lima tahun berproduksi harus melaksanakan divestasi 20% saham dalam waktu empat tahun, sehingga setiap tahun 5% sahamnya harus didivestasikan ke pihak nasional. Namun, ketentuan ini menurut Bambang tidak berlaku untuk perusahaan tambang asing yang 20% sahamnya sudah dimiliki oleh perusahaan nasional. Serta tidak berlaku surut juga untuk perusahaan-perusahaan pemegang Kontrak Karya terdahulu. Uniknya lagi, pemerintah juga tidak akan memberlakukan status default kepada perusahaan tambang asing. Jika proses divestasi tersebut tidak terlaksana karena alasan tidak ada pihak nasional yang memiliki dana untuk membeli saham tersebut. "Kita fleksibel saja, karena kalau pihak nasional memang tidak ada uang untuk membeli masa dipaksa beli. Jadi mereka harus divestasi, tetapi kalau tidak ada yang beli tidak ada status defaultnya," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie