Pemerintah Yakin Prospek Sawit 2009 Masih Bagus



JAKARTA. Harga Crude Palm Oil (CPO) beberapa bulan terakhir ini anjlok sehingga menyebabkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani juga luruh. Namun begitu, pemerintah tetap yakin prospek CPO tahun depan tetap cerah dengan tingkat harga yang bagus.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krinamurthi mengatakan, pada 2009 pemerintah akan memaksimalkan penggunaan bahan bakar nabati untuk menyerap CPO dalam negeri. "Pada 2009 kita mulai full speed bahan bakar nabati yang menyerap CPO cukup banyak. Itu akan membuat harga naik, demand akan terkoreksi baik di 2009," kata Bayu di Jakarta, Senin (24/11). Apalagi pada 2009, pemerintah yakin, harga minyak bumi tidak akan terus bertahan di bawah US$ 50 dolar. Selain itu, ia juga yakin, industri hilir nasional masih siap untuk menyerap produksi CPO nasional. "Kapasitas produksi kita masih dibawah kapasitas maksimal. Pada 2009 prospek harga CPO akan meningkat. Sekarang saja dengan kebijakan yang Indonesia lakukan harganya harganya mulai meningkat 10-15%. Jangan lupa CPO kan ekspor, adanya penurunan nilai rupiah memberikan manfaat karena income mereka jadi lebih tinggi dalam rupiah," katanya.

Menurut Bayu, pemerintah harus mengoptimalkan industri yang sudah ada karena pengembangan industri butuh 1-2 tahun. Bayu juga menghimbau agar pengusaha segera transmisikan benefit yang mereka dapat ke petani, jangan dinikmati sendiri. "Kemarin waktu harganya turun mereka langsung menekan harga TBS. Sekarang harganya mulai naik, mereka mesti segera perbaki harga beli TBS," katanya.


Seperti diketahui, harga rata-rata TBS di sejumlah provinsi di Indonesia, seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat, berada pada kisaran Rp 570-Rp 750 per kilogram. Pemerintah sendiri telah melakukan banyak hal untuk mendongkrak kembali kinerja sawit, antara lain dengan mewajibkan sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik memakai Bahan Bakar Nabati (BBN) 5%. Dan itu masih ditingkatkan menjadi 10% pada 2020 dan 20% pada 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie