KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyoroti masih tingginya biaya logistik di Tanah Air yang masih menjadi tantangan hingga saat ini. Sebab itu, pemerintahan ke depan harus terus berupaya menurunkan biaya logistik nasional secara komprehensif dari beberapa indikator, seperti efisiensi ongkos transportasi dan pembangunan jaringan distribusi barang yang efektif. Pemerintah menargetkan menurunkan biaya logistik dari 14,29% menjadi 8% dari produk domestik bruto (PDB), guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien dan kompetitif.
Strategi pengembangan logistik di tahun 2024-2045 melibatkan beberapa aspek. Yakni transformasi digital layanan logistik, pengurangan biaya transportasi, optimalisasi pemanfaatan tol laut, penguatan konektivitas, serta peningkatan aksesibilitas antarwilayah. Ketua Umum ALI Mahendra Rianto mengatakan, biaya transportasi seperti tarif tol yang mahal cukup membebani industri logistik. Menurutnya, dampak dari penurunan biaya transportasi tersebut akan cukup besar terhadap upaya penurunan biaya logistik nasional. "Kami sering mengusulkan ke pemerintah dan operastor jalan tol agar tarif tol untuk golongan 3, 4 dan 5 bisa lebih murah, sehingga bisa memangkas biaya logistik," ujarnya saat dihubungi KONTAN, Kamis (22/8/2024).
Baca Juga: Pengusaha Buka Suara Soal Rencana Gerbang Impor Dipindah ke Pelabuhan Timur Indonesia Mahendra menjelaskan, memang bagi pengelola jalan tol tidak mudah untuk mencapai Internal Rate of Return (IRR) dari trafik kendaraan yang melintas di jalan tol. Di sisi lain, jika angkutan logistik bisa mendapatkan tarif yang lebih murah, maka akan banyak truk yang melintas di ruas-ruas jalan tol. Sehingga, target IRR bisa tercapai juga. "Artinya, ini kan win-win solution yang baik bagi kedua belah pihak, untuk perusahaan logistik maupun pengelola jalan tol," jelas dia. Mahendra bilang, memang ada operator tol yang mengenakan tarif tol sangat mahal untuk angkutan logistik. Mungkin salah satu alasannya adalah bakal terjadi kerusakan jalan tol jika banyak truk berbobot berat yang berimbas pada biaya perawatan yang tinggi.
"Tapi itu sebetulnya bukan jadi alasan. Kami diskusi dengan orang PU, di jalan tol Jagorawi padat angkutan logistik tapi jalannya tetap bagus itu karena pondasinya sangat kuat. Tapi, di tol lainnya hanya pakai pondasi dari semen beton, itu yang menjadi pangkal masalahnya, bukan lantas kami dikenakan biaya yang lebih tinggi," beber Mahendra. ALI juga menyoroti tidak singkronnya kebijakan penerapan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) di sejumlah kementerian dan lembaga, yakni Kementerian Perindutrian, Kementerian Perhubungan, hingga Badan Pengatur Jalan Tol, yang tenggak waktu implementasinya berbeda-beda. Ketidaksinkronan itu menambah ketidakpastian dalam berusaha bagi para pengusaha angkutan barang "Asosiasi sering bertemu dengan Kemhub, tapi dengan industrinya yang menjadi pengguna tidak. Seharusnya, semua bisa duduk bersama. Yang pasti dengan pengurangan ODOL ini tentu berimbas pada kenaikan biaya transportasi," imbuh Mahendra. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat