Pemerintahan Jokowi diminta berlakukan tax amnesty



JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo diharapkan dapat mengajukan kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) yang ditujukan untuk warga negara Indonesia pemilik dana yang selama ini terdapat di negara-negara tetangga. Hal itu dikatakan‎ Anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait, Rabu (28/1/2015).

Menurut Maruar kebijakan keringanan pajak akan meningkatkan angka pembayar pajak. Sebab faktanya, kebijakan itu sempat menaikkan penerimaan pajak negara. "Saya minta kali ini dipertimbangkan bikin tax amnesty. Kalau setuju ada, tinggal dibikin payung hukumnya. Karena dengan itu, uang-uang yang selama ini dilarikan ke negara ketiga, bisa kembali,"ujarnya.

Politisi PDIP itu mengatakan jumlah uang demikian berkisar Rp 1.000 triliun-Rp 1.500 triliun. Seandainya ada kebijakan tax amnesty, pemerintah bisa mendapat setidaknya 3-5 persen dari uang itu ke kas negara. "Tapi kan uang itu bisa diputar di dalam negeri dengan efek multiplier yang besar bagi perekonomian,"tambahnya.


Terkait dengan konsekuensi hukumnya, tambahnya, hal itu bisa dibicarakan dengan pihak Kepolisian, Komisi Pemberantan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. "Tentu ada yang tak happy kalau kita bikin kebijakan itu, yakni negara seperti Swiss dan Singapura. Karena duit berputar di mereka selama ini akan hilang. Selama ini, para pemilik dana itu masuk ke Indonesia dengan skema PMA. Sekarang mereka bisa masuk langsung. Kebijakan itu lebih baik daripada kita pajakin warteg," katanya.

Masih kata Maruarar Sirait, dirinya meminta secara terbuka dan tegas meminta penambahan SDM hingga 10 ribu personel demi memperkuat kerja memenuhi target pajak.

Menurutnya, jumlah aparat pajak di Indonesia masih sedikit, hanya ada 32 ribuan pegawai dengan 5.000 auditor. Sebagai perbandingan, Jepang memiliki 50 ribuan pegawai pajak dengan 12 ribu auditor. "Patut diduga kalau jumlah pegawai pajak kecil dan kualifikasi rendah, yang diuntungkan pengemplang pajak. Semua juga tahu makro ekonomi kita bagus. Kita tahu banyak duit parkir di luar negeri. Kenapa kita biarkan dan tak cari solusi?" katanya.

"Kalau Men-PAN (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) tak merestui, kita harus rapat sepaya ada solusi konkret. Kalau ada unsur pemerintah tak mendukung penambahan pegawai pajak, bisa dianggap tak mendukung penerimaan pajak meningkat," tambah Maruarar.(Ferdinand Waskita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa