KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) menjelaskan beberapa penyebab penurunan pembiayaan modal ventura pada Juli 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pembiayaan modal ventura pada Juli 2024 mencapai Rp 16,18 triliun. Angka ini mengalami penurunan 10,67% secara tahunan atau
year on year (YoY). Pada Juni 2024, pembiayaan modal ventura juga mengalami kontraksi sebesar 10,97% YoY dengan nilai sebesar Rp 16,22 triliun.
Baca Juga: OJK Susun RPOJK Pengawasan, Status Pengawasan, dan Tindak Lanjut Pengawasan PVML Ketua Umum Amvesindo, Eddi Danusaputro mengatakan pembiayaan modal ventura pada Juli 2024 turun karena Indonesia masih sejalan dengan tren di Asia dan global, di mana memang masih terjadi
tech winter. Untuk diketahui,
tech winter adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode penurunan investasi dan kinerja di industri teknologi, termasuk startup. Fenomena ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi pelaku industri startup dan investor. Eddi menilai, tech winter ini akan terus terjadi hingga suku bunga The Fed turun. Di tengah situasi tersebut, dia mengatakan modal ventura termasuk pihaknya akan lebih selektif menyalurkan pendanaan. "Setiap perusahaan ventura pasti punya mandat sektoral yang berbeda-beda. Namun, secara
industry wide, yang masih diminati masih sama dengan 2023," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (6/9). Baca Juga: OJK Minta Fintech Lending Memuat Peringatan untuk Konsumen di Situs Resmi & Aplikasi Sementara itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menyampaikan penurunan dalam pembiayaan modal ventura pada Juli 2024, dan bulan-bulan sebelumnya mencerminkan ketidakstabilan ekonomi global dan dipengaruhi oleh kinerja saham di sektor teknologi dan lainnya. "Sehingga hal ini berdampak langsung pada keputusan investasi serta secara tidak langsung memengaruhi kepercayaan investor di pasar ventura," kata Edward kepada Kontan.co.id, Sabtu (7/9). Edward menilai, saat ini fokus pembiayaan telah bergeser ke
startup atau perusahaan yang menunjukkan tingkat profitabilitas dan arus kas yang sehat. Edward mengatakan tren yang sebelumnya mendominasi pasar dengan strategi "bakar uang" untuk pertumbuhan cepat kini mulai ditinggalkan. Baca Juga: OJK Minta Fintech Lending dan Asosiasi Mitigasi Risiko untuk Berantas Judi Online Lebih lanjut, menurut dia kesempatan untuk pertumbuhan yang agresif dan berkelanjutan bagi
startup saat ini terletak pada kolaborasi, terutama dengan korporasi atau perusahaan yang sudah mapan, memiliki pasar, pasokan, dan ekosistem yang solid. “Kerja sama ini memungkinkan percepatan dalam strategi
go-to-market dengan biaya yang lebih efisien,” imbuhnya. Edward menyebutkan bahwa terdapat 15 sektor
startup yang paling diminati pada 2023. Urutan pertama adalah marketplace dengan pendanaan US$ 1,51 miliar, disusul Fintech US$ 583 juta, Aquatech US$ 213 juta, EV US$ 153 juta, Healthtech US$ 125 juta, dan E-commerce Enabler US$ 30 juta. Baca Juga: Piutang Pembiayaan Multifinance Naik 10,53% Juli 2024, Begini Kondisi Sejumlah Pemain Berikutnya sektor Agritech dengan nilai US$ 26 juta, Contech US$ 26 juta, Software as a Service (SaaS) US$ 24 juta, Online Media US$ 23 juta, Proptech US$13 juta, Food Tech US$ 12 juta, Car Marketplace US$10 juta, dan terakhir adalah sektor Biotech dengan nilai pendanaan US$ 8 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli