TOKYO. Pertemuan para pemimpin negara G-7 di Jepang mengingatkan kembali dampak buruk bagi ekonomi global bila Inggris keluar dari Uni Eropa atau populer dengan sebutan British Exit (Brexit). Kekhawatiran ini merupakan pernyataan akhir pemimpin negara G-7 menjelang referendum yang akan digelar rakyat Inggris pada 23 Juni mendatang. Para pemimpin negara G-7 menyatakan, Brexit merupakan satu di antara sejumlah faktor yang bisa menghambat pemulihan ekonomi global, selain konflik geopolitik, terorisme, dan arus pengungsi. "Keluarnya Inggris dari Uni Eropa bisa memengaruhi pertumbuhan perdagangan, investasi, dan ketenagakerjaan," sebut para pemimpin negara G-7 dalam pernyataan resminya yang dikutip Bloomberg, Jumat (27/5).
Perdana Menteri Inggris David Cameron secara pribadi mengungkapkan kegelisahannya jika Brexit jadi keputusan akhir dalam referendum. "Negara-negara G-7 dan G-20 sama-sama berpandangan Brexit berisiko bagi pertumbuhan ekonomi global," katanya sebelum bertolak ke Tokyo, Jepang untuk menghadiri KTT G-7. Sebagai gambaran, hingga kuartal I 2016 produk domestik bruto (PDB) Inggris hanya tumbuh 0,4%, melemah dari periode sama di 2015 sebesar 0,6%. Institute for Fiscal Studies (IFS) berpendapat, aksi Brexit bisa menyebabkan negeri Ratu Elizabeth II ini berutang senilai US$ 20 miliar-US$ 40 miliar. Lontaran IFS ini didasarkan pada hasil kajian National Institute of Economic and Social Research yang menyebutkan Brexit bakal menurunkan pendapatan Inggris sebesar 2,1% hingga 3,5% pada tahun 2019. Posisi strategis Inggris Posisi Inggris memang tak bisa dianggap remeh dalam percaturan ekonomi global. Data resmi Bank Dunia menunjukkan, per akhir tahun 2014, nilai PDB Inggris mencapai US$ 2,99 triliun.