Pemimpin Hizbullah: Serangan Terhadap Israel akan Datang dari Iran, Yaman, & Lebanon



KONTAN.CO.ID - Sekretaris Jenderal Partai Syiah Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengonfirmasi bahwa serangan terhadap Israel sedang dipersiapkan dari tiga negara sekaligus.

Dalam sebuah pidato yang disiarkan kalan televisi Al Manar TV hari Selasa (6/8) waktu setempat, Nasrallah menyampaikan bahwa serangan akan datang dari iran, Yaman, dan Lebanon.

"Serangan terhadap Israel sedang dipersiapkan dari Iran, Yaman dan Lebanon. Itu pasti akan dilaksanakan. Respons bersama kita akan kuat, sensitif dan efektif," kata Nasrallah, dikutip TASS.


Potensi perluasan konflik kawasan ini dinilai Nasrallah sebagai akibat dari ulah Israel sendiri. Dirinya mengatakan perang akan segera terjadi.

Baca Juga: 4 Negara Pendukung Utama Militer Israel, AS Paling Loyal

"Kami tidak menginginkan eskalasi militer. Itu adalah keputusan Israel. Itu adalah pilihan mereka. Sekarang akan terjadi pertempuran siang dan malam di antara kami," katanya.

Dalam pidatonya Nasrallah juga mengatakan bahwa tentara Syiah Hizbullah telah memiliki jenis senjata roket yang mampu menghancurkan sejumlah pabrik militer Israel dalam waktu kurang dari satu jam.

Aliansi besar melawan Israel ini semakin yakin untuk bergerak setelah Ketua Politbiro Hamas, Ismail Haniyeh, tewas terbunuh di kediamannya di Teheran pada 31 Juli 2024.

Sehari sebelumnya, militer Israel juga melancarkan serangan ke ibukota Lebanon, Beirut. Serangan itu menewaskan Sayyid Fouad Shokr, komandan utama Hizbullah sekaligus tangan kanan Nasrallah.

Baca Juga: Intelijen AS Prediksi Israel Akan Dihantam Dua Gelombang Serangan

Pada hari Selasa, intelijen AS menyampaikan prediksinya terkait potensi serangan Iran dan proksinya ke Israel. Mereka menduga akan ada dua gelombang serangan yang terjadi, masing-masing datang dari Iran dan Lebanon.

Mengutip New York Times, sejumlah maskapai penerbangan internasional telah menangguhkan penerbangan ke dan dari Israel setelah kabar serangan balasan dari Iran dan proksinya tersebar.

Akibatnya, puluhan ribu warga Israel dikabarkan tidak bisa pulang.

Kementerian Luar Negeri Israel juga telah meminta warga negara yang bepergian ke luar negeri untuk mengisi data daring guna membantu pemerintah memetakan lokasi mereka.