Pemimpin Hong Kong khawatirkan eskalasi kekerasan yang menjadi lebih serius



KONTAN.CO.ID -  HONG KONG. Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada hari Selasa, bahwa eskalasi kekerasan dalam protes anti-pemerintah yang telah mengguncang pusat keuangan Asia tersebut selama tiga bulan tengah menjadi lebih serius.

Hal itu dikatakan Lam saat berbicara di depan umum untuk pertama kalinya sejak demonstrasi anti-pemerintah meningkat pada hari Minggu, seperti dilansir Reuters, Selasa (27/8). Saat itu, polisi menembakkan meriam air dan tembakan gas air mata dalam pertempuran dengan pengunjuk rasa yang melemparkan batu bata dan bom bensin.

Baca Juga: Demonstrasi dan Perang Dagang Bikin Ekspor Hong Kong Makin Lesu


Kota yang diperintah China itu tengah bergulat dengan krisis politik terbesar sejak diserahkan ke Beijing tahun 1997. Sementara otoritas Partai Komunis telah mengirimkan peringatan yang jelas bahwa intervensi yang kuat dimungkinkan untuk memadamkan kekerasan.

Pemimpin Hong Kong yang didukung Beijing mengatakan dia yakin pemerintah kota dapat menangani sendiri kerusuhan itu dan dia tidak akan menyerah membangun landasan untuk dialog.

Tetapi dia mengatakan waktunya tidak tepat untuk melakukan penyelidikan independen terhadap krisis, yang merupakan salah satu tuntutan utama para pemrotes.

Pemerintah mengatakan pada hari Senin kekerasan secara ilegal telah terjadi dalam unjuk rasa tersebut.

Hong Kong berada di ambang bahaya besar setelah bentrokan akhir pekan yang meliputi tembakan senjata pertama dan penangkapan 86 orang, dimana usia yang termuda yang ditangkap baru 12 tahun.

Baca Juga: Pemerintah Hong Kong: demo mendorong Hong Kong ke ambang situasi sangat berbahaya

Protes meningkat pada pertengahan Juni karena RUU ekstradisi yang sekarang ditangguhkan yang akan memungkinkan orang-orang Hong Kong dikirim ke daratan China untuk diadili di pengadilan yang dikendalikan oleh Partai Komunis.

Tetapi demonstrasi telah berkembang selama 12 minggu berturut-turut menjadi tuntutan luas untuk demokrasi yang lebih besar di bawah formula "satu negara, dua sistem" menyusul penyerahan ke China oleh penguasa kolonial Inggris pada tahun 1997. Banyak penduduk Hong Kong percaya Beijing mengikis otonomi kota dan hak-hak mereka.

Editor: Noverius Laoli