Peminat investasi migas di Indonesia makin sepi



JAKARTA. Investasi di sektor minyak dan gas sepi peminat. Indonesian Petroleum Association (IPA) mencatat, empat tahun terakhir, investasi di sektor migas terus menurun. Tren ini terlihat dari penurunan realisasi tender kontrak kerja sama (KKS) migas yang ditawarkan pemerintah sejak tahun 2008 sampai 2011.

Penurunan investasi migas khususnya terjadi di tahun 2010 pada tender reguler. Sedangkan tender langsung rata-rata cukup laris. Selain realisasi rendah, jumlah kontrak yang ditawarkan pun berkurang.

Jim Taylor, Presiden IPA, menunjuk PP No 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasional yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Sektor Hulu Migas sebagai biang keroknya. Menurut dia, aturan yang lebih tenar sebagai PP Cost Recovery ini berdampak negatif bagi iklim investasi sehingga mengurangi 20% investasi sektor migas. "Ini menurunkan produksi hingga kurang lebih 150.000 barrel oil equivalent per hari," ujar Taylor, kemarin.


IPA pernah mengajukan uji materi terhadap PP ini ke MA, namun ditolak. Meski kecewa, IPA akan terus berdialog dengan pemerintah soal PP ini.

Jaminan kepastian

Sammy Hamzah, Vice President IPA, menambahkan, pemerintah yang masih menyubsidi harga gas juga menyebabkan investasi di sektor gas turun. Menurutnya, sebaiknya harga gas diserahkan ke mekanisme pasar. Kontrol pemerintah mestinya pada sisi supply atau produksi gas. "Jika produksi gas banyak dan melebihi permintaan, otomatis harga akan murah, bukan karena subsidi," ujarnya.

Sammy juga meminta agar pemerintah memberikan kepastian kepada kontraktor KKS yang akan selesai masa kontraknya. Proses perpanjangan KKS sebaiknya jelas dan transparan dalam memberikan kerangka waktu.

Dalam UU No 22 tahun 2001 tentang migas, kata Sammy, kepastian itu mestinya 10 tahun sebelum masa kontrak itu habis. Ini penting selain untuk perencanaan investasi, juga terkait dengan manajemen reservoir (cadangan).

Menurut IPA, Indonesia butuh komitmen investasi besar untuk menstabilkan produksi migasnya. IPA menghitung, pada tahun 2006-2010, belanja modal di hulu migas mencapai US$ 8 miliar per tahun. Belanja modal itu untuk eksplorasi, sumur, dan fasilitas usaha.

Nah, investasi yang diperlukan untuk belanja modal ini bakal terus naik. IPA memprediksi, periode 2011-2015, belanja modal akan mencapai US$ 12 triliun per tahun. Bahkan tahun 2021-2025, belanja modal naik menjadi US$ 23 miliar per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.