Peminat Wisata Domestik Masih Rendah



JAKARTA. Meski tujuan wisata keluar negeri tetap semarak oleh peserta tur, tak demikian dengan tujuan wisata di dalam negeri. Sebagian pelaku bisnis menduga itu disebabkan oleh promosi wisata domestik yang belum tergarap secara maksimal.

Minat wisatawan domestik untuk melihat kekayaan wisata di negeri sendiri juga masih sangat kurang. "Jadi jangan heran, program wisata antarpulau yang kami adakan saat ini lebih banyak didominasi turis asing," papar Anita Hartono, Humas dan Retail Business Panorama Tours.

Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Firmansyah Rahim mengakui bahwa lokasi wisata di dalam negeri tak berkembang. "Ketergantungan industri wisata pada destinasi tertentu seperti ke Bali sangat besar. Akibatnya pengelolaan destinasi di Kawasan Timur Indonesia jauh tertinggal," terangnya.


Menurut Firmansyah, selain lemah dalam pengelolaan tujuan wisata, "Rendahnya sinergi pembangunan antara pemerintah daerah dan swasta juga jadi kendala," tutur dia.

Para pelaku bisnis wisata pun melontarkan beragam saran. Anita bilang, pemerintah perlu merangkul pengusaha wisata yang mampu bekerja secara profesional dalam menggarap sektor pariwisata. "Berilah insentif bagi para pengusaha agar lebih giat menggarap lokasi-lokasi wisata di dalam negeri," saran dia.

Strategi semacam itu sudah ditempuh oleh berbagai negara, seperti Singapura dan Malaysia. "Makanya promosi wisata mereka mampu menarik banyak turis," cetus Anita. Padahal secara kualitas, potensi lokasi wisata di Indonesia jauh lebih unggul dibanding kedua negara tersebut.

Anita melihat tak adanya ketiadaan sinergi antara promosi wisata dalam negeri yang diadakan pemerintah dengan para pelaku bisnis membuat pebisnis tak serius menggarap potensi lokal. "Lebih baik menggarap pasar luar negeri yang jelas-jelas lebih menguntungkan," cetusnya.

Jika tujuan wisata domestik tergarap serius, Indonesia bisa menggenggam devisa gede. Tahun lalu industri pariwisata Indonesia menyumbang devisa US$ 7,3 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie