Pemondokan haji ditentukan sebelum disetujui DPR



JAKARTA. Mantan anggota Komisi VIIIĀ  DPR Zulkarnaen Djabar mengaku dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pembicaraan antara Panitia Kerja (Panja) dengan Kementerian Agama terkait penyelenggaraan ibadah haji. Menurut Zulkarnaen, dirinya ditanyai penyidik soal pemondokan bagi calon jamaah haji yang telah ditentukan sebelum ada persetujuan DPR.

"Misalnya saat pembicaraan berlangsung kok sudah ada penyewaan pemondokan? Saya bilang memang ada yang kayak gitu, pemerintah mengatakan karena mereka bersaing dengan negara-negara lain. Tidak bisa menunggu persetujuan DPR," kata Zulkarnain di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/8).

Terpidana kasus korupsi dalam pengadaan Al-Quran di Kemenag tersebut, hari ini menjalani pemeriksaan kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 untuk tersangka mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.


Lebih lanjut menurut ZUlkarnain yang kala itu juga menjabat sebagai anggota Panja, hal tersebut sebenarnya juga telah ditanyakan oleh anggota Panja lainnya. Menurut Panja, seharusnya pemondokan diputuskan bersama antara Kemenag dengan DPR sesuai undang-undang. Baru kemudian dilakukan penyewaan.

Politikus Partai Golkar ini juga menyampaikan gambaran mengenai dana yang dikeluarkan pemerintah untuk penyelenggaraan haji 2012-2013. Menurut dia, rata-rata biaya yang dikeluarkan negara untuk penyelenggaraan haji sekitar Rp 5 triliun. Anggaran itu terbagi Rp 3 triliun untuk penerbangan dan Rp 2 triliun untuk biaya kebutuhan di Arab Saudi, termasuk pemondokan, katering, dan transportasi lokal.

"Pemondokan, katering di Madinah, pemondokan di Madinah, dan transit di Jeddah. Kalau di struktur haji, setahu saya itu di bawah Ibu Sri Ilham Lubis. Itu untuk pengadaan katering, itu saja," ungkapnya.

Panja sendiri memiliki anggaran sendiri untuk memberangkatkan anggotanya berhaji. Kata dia, pengawasan DPR terhadap pelaksanaan ibadah haji telah masuk dalam anggaran Kesekjenan DPR. Oleh karena itu, Panja tidak ikut dalam rombongan haji menteri agama tersebut.

Soal kuota haji yang digunakan Menag untuk memberangkatkan rombongan jumbo, Zulkarnaen pun menjelaskannya. Dia bilang, pemerintah membagi dua kuota haji menjadi reguler dan nonreguler atau khusus. Setelah pendaftaran calon jamaah haji ditutup, oleh pemerintah, sisa kuota kemudian di kembalikan ke provinsi untuk ditentukan siapa calon jamaah yang berhak menggunakan kuota tersebut berdasarkan urutan kacang. Hingga waktu tertentu, pemerintah mengulangi lagi pembagian kuota tersebut masih berdasarkan urutan kacang.

"Setelah waktu sudah habis, maka tutup seluruh provinsi, itu ditarik kuota nasional dan itu menjadi kewenangan penyelenggara haji dalam hal ini kementerian pusat yang menyimpulkan dan itu tidak urut kacang lagi," tambah dia.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Suryadharma sebagai tersangka. Selaku menteri agama, ia diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga menyebabkan kerugian negara.

Suryadharma dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 KUHPidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan