KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi Aceh meluncurkan road map atau Peta Jalan Kelapa Sawit Berkelanjutan (KSB) 2023-2045 dan Rencana Aksi Daerah KSB 2023-2026. Peta jalan ini bertujuan untuk mencapai rantai pasok bebas deforestasi yang berdampak positif terhadap peningkatan penghidupan masyarakat dan inklusi sosial. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Ahmad Dadek menyatakan, Pemerintah Aceh akan melakukan beberapa hal untuk memastikan peta jalan ini berlangsung sesuai rencana.
“Saya akan memastikan bahwa roadmap masuk dalam prioritas pemerintah," ujarnya dalam acara peluncuran Peta Jalan Kelapa Sawit Berkelanjutan (KSB) Aceh di Hotel Mulia Senayan Jakarta, Rabu (22/11). Menurutnya, Bappeda Aceh akan mengintegrasikan roadmap tersebut dalam rencana pembangunan jangka panjang Aceh (RPJPA) pada tahun 2025 hingga 2045. “Kami akan mempromosikan kelapa sawit sebagai program prioritas dalam RPJPA," ungkapnya. Bappeda juga akan mengembangkan kerangka kerja intuitif, dimana Bappeda akan membentuk unit manajemen program yang akan menjalankan roadmap tersebut.
Baca Juga: RSPO Tegaskan Komitmen Mengembangkan Industri Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan Cut Huzaimah, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh menambahkan, Peta Jalan KSB yang diinisiasi Pemperov Aceh merupakan tindak lanjut dari amanah Inpres No 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan. "Tidak hanya RPJPA, kami juga akan memasukan roadmap ini dalam rencana pembangunan jangka menengah maupun rencana kerja tahunan," jelasnya. Dalam mengimplementasikan roadmap ini, Pemprov Aceh juga akan melibatkan multipihak, baik pemerintah pusat, donatur, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perbankan dan perusahaan swasta. Sebagai catatan, di Aceh terdapat 470 ribu hektare (ha) luas perkebunan kelapa sawit atau sekitar 9% dari total luas Provinsi Aceh. Sekitar 52% luas kebun sawit tersebut dikelola 250.000 petani sawit swadaya. Total ada sekitar 1,5 juta jiwa masyarakat Aceh yang menggantungkan hidupnya dari sawit sebagai sumber penghidupan. Jumlah itu lebih dari 25% populasi masyarakat Aceh. Namun dalam perkembangannya, produksi kelapa sawit di Provinsi Aceh mengalami tantangan dalam menjaga keberlanjutan bentang alam Aceh sebagai benteng terakhir hutan hujan tropis di Sumatra. Dengan hutan yang demikian luas, Aceh termasuk daerah yang beresiko deforestasi, sehingga berdampak kepada daya saing produk sawit Aceh di pasar global. Tapi, di sisi lain, dengan tutupan hutannya yang luas, Aceh memiliki peluang yang besar dalam mendapatkan dukungan para pihak untuk menciptakan poduksi sawit berkelanjutan. Penyusunan Peta Jalan Kelapa Sawit Berkelanjutan ini tidak tak lepas dari dukungan banyak pihak, baik swasta maupun lembaga masyarakat sipil yang selama ini memang fokus mendukung keberlanjutan pengembangan kelapa sawit di Aceh. Salah satunya adalah Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) Indonesia. Selama ini, IDH bersama mitra pelaksana Forum Konservasi Leuser dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari, IDH aktif memfasilitasi kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta, serta membangun kolaborasi multi pihak melalui Pusat Unggulan Perkebunan Lestari (PUPL) di Kabupaten Aceh Tamiang.
Kerja sama multi pihak itu berhasil memfasilitas pemberian sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, ISPO dan RSPO, kepada lebih dari 2.200 petani swadaya dari empat koperasi dan satu perkumpulan petani swadaya di Aceh Tamiang. Keberhasilan yang dicapai kelompok petani swadaya di Aceh Tamiang inilah yang menginspirasi Pemprov Aceh dalam merumuskan Peta Jalan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Peta jalan yang mengadopsi model sawit berkelanjutan di Aceh Tamiang ini bakal diterapkan di 13 Kabupaten lainnya di wilayah Aceh. "IDH sebagai pihak yang ikut membantu pemerintah Aceh mewujudkan Peta Jalan KSB ini menggunakan kerangka pendekatan lanskap yang kami sebut sebagai 'Production, Protection, and Inclusion (PPI) Compact' untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan komoditas di suatu wilayah yang terpadu dan berkelanjutan dengan mempertahankan kelestarian ekosistem alami dan pelibatan unsur-unsur masyarakat," ujar Nassat Idris, Country Director IDH Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri