JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mendistribusikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai pertengahan bulan ini ke seluruh kelurahan yang ada di provinsi DKI Jakarta.Jumlah SPPT PBB yang diterbitkan Dinas pelayanan Pajak DKI Jakarta mencapai 1.903.470 lembar atau meningkat dibanding tahun 2013 yang mencapai 1.899.801 lembar.Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi mengungkapkan, jumlah Wajib Pajak (WP) dalam SPPT PBB tahun 2014 tidak meningkat terlalu besar yakni hanya 0,19%. Namun, target pendapatan PBB dari seluruh wajib pajak ini naik 86,5%, dari Rp 3,6 triliun di tahun lalu menjadi Rp 6,8 triliun di tahun ini."Untuk itu, maka tahun 2014 ini ada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekitar 30%-140% tergantung wilayah," kata Iwan, Selasa (11/2).Target pendapatan daerah dari PBB tahun ini diharapkan bisa lebih baik dari tahun 2013 lalu. Pasalnya, tahun 2013 lalu, realisasinya dari sisi rupiah 83,04% dari target. Sementara dari jumlah WP hanya 62,93% atau masih ada 704.190 WP yang belum memenuhi kewajibannya. "Kami targetkan kalau bisa 100% dari sisi rupiah dan jumlah WP di tahun ini," tambahnya.Kebijakan Pemprov DKI menaikkan NJOP menjadi hal yang menarik. Pasalnya, ada kenaikan jumlah WP yang signifikan untuk kategori tarif 0,30%, yaitu pemilik tanah dan bangunan dengan nilai diatas Rp 10 miliar. Dari data yang diterima KONTAN, tahun lalu hanya mencapai 13.991 WP dan tahun ini melompat ke angka 291.749 WP atau meningkat 2.085% dibanding tahun lalu. Selain dari target PBB 2014, Pemprov DKI akan mengejar piutang pajak tahun 2013 yang mencapai Rp 624 miliar. Pemprov DKI pun telah menggandeng Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk memburu WP yang tak memenuhi kewajibannya tahun lalu.Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang khawatir penerapan kebijakan menaikkan NJOP dalam pemungutan PBB tahun ini akan memicu kenaikan harga pasar tanah di Jakarta. Ia juga menambahkan targetnya akan beroperasi di tahun 2018, dengan pengerjaan kilang selama 36 bulan. Untuk saat ini katanya, masih dalam tahap studi uji kelayakan (feasibility study), Banten dan Jawa Barat dipilih menjadi lokasi karena itu merupakan lokasi ideal, karena didukung oleh pasar yang besar di Jawa, serta infrastruktur yang tidak rumit, seperti adanya pelabuhan dan jaringan gas. "Kalau soal pendanaan itu bisa satu tahun, dan setelah itu lanjut ke pembangunan EPC selama 3 tahun, tapi EPC bisa dipercepat, makanya saya bilang bisa beroperasi 2018, " tambahnya.Untuk masalah pendanaan, Rudy menjelaskan PT KRI lebih banyak mengeluarkan modal daripada NBP Co. Untuk KRI, menyediakan 70 persen dana, sedangkan NBP hanya 30 persen. Untuk menunjang dana, masing-masing pihak bisa bekerjasama dengan siapa saja, pihak KRI akan bekerjasama dengan perbankan asal China atau Eropa. "Yang jelas proyek ini tidak akan ada ikut campur uang negara. Ini memang kerjasama business to business. Kalau NBP, ya terserah dia mau dapatkan dana dari mana saja, " kata dia.Dengan begitu pendapatan akan lebih banyak masuk ke PT.KRI Pengelolaan dana tanpa campur tangan pemerintah dirasa Rudy, lebih fleksibel. Dan ia memastikan kapasitas kilang tidak pasti 300 ribu bph, bisa jadi lebih banyak 350 ribu barel bph.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemprov DKI mulai distribusikan SPPT PBB 2014
JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mendistribusikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai pertengahan bulan ini ke seluruh kelurahan yang ada di provinsi DKI Jakarta.Jumlah SPPT PBB yang diterbitkan Dinas pelayanan Pajak DKI Jakarta mencapai 1.903.470 lembar atau meningkat dibanding tahun 2013 yang mencapai 1.899.801 lembar.Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi mengungkapkan, jumlah Wajib Pajak (WP) dalam SPPT PBB tahun 2014 tidak meningkat terlalu besar yakni hanya 0,19%. Namun, target pendapatan PBB dari seluruh wajib pajak ini naik 86,5%, dari Rp 3,6 triliun di tahun lalu menjadi Rp 6,8 triliun di tahun ini."Untuk itu, maka tahun 2014 ini ada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekitar 30%-140% tergantung wilayah," kata Iwan, Selasa (11/2).Target pendapatan daerah dari PBB tahun ini diharapkan bisa lebih baik dari tahun 2013 lalu. Pasalnya, tahun 2013 lalu, realisasinya dari sisi rupiah 83,04% dari target. Sementara dari jumlah WP hanya 62,93% atau masih ada 704.190 WP yang belum memenuhi kewajibannya. "Kami targetkan kalau bisa 100% dari sisi rupiah dan jumlah WP di tahun ini," tambahnya.Kebijakan Pemprov DKI menaikkan NJOP menjadi hal yang menarik. Pasalnya, ada kenaikan jumlah WP yang signifikan untuk kategori tarif 0,30%, yaitu pemilik tanah dan bangunan dengan nilai diatas Rp 10 miliar. Dari data yang diterima KONTAN, tahun lalu hanya mencapai 13.991 WP dan tahun ini melompat ke angka 291.749 WP atau meningkat 2.085% dibanding tahun lalu. Selain dari target PBB 2014, Pemprov DKI akan mengejar piutang pajak tahun 2013 yang mencapai Rp 624 miliar. Pemprov DKI pun telah menggandeng Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk memburu WP yang tak memenuhi kewajibannya tahun lalu.Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang khawatir penerapan kebijakan menaikkan NJOP dalam pemungutan PBB tahun ini akan memicu kenaikan harga pasar tanah di Jakarta. Ia juga menambahkan targetnya akan beroperasi di tahun 2018, dengan pengerjaan kilang selama 36 bulan. Untuk saat ini katanya, masih dalam tahap studi uji kelayakan (feasibility study), Banten dan Jawa Barat dipilih menjadi lokasi karena itu merupakan lokasi ideal, karena didukung oleh pasar yang besar di Jawa, serta infrastruktur yang tidak rumit, seperti adanya pelabuhan dan jaringan gas. "Kalau soal pendanaan itu bisa satu tahun, dan setelah itu lanjut ke pembangunan EPC selama 3 tahun, tapi EPC bisa dipercepat, makanya saya bilang bisa beroperasi 2018, " tambahnya.Untuk masalah pendanaan, Rudy menjelaskan PT KRI lebih banyak mengeluarkan modal daripada NBP Co. Untuk KRI, menyediakan 70 persen dana, sedangkan NBP hanya 30 persen. Untuk menunjang dana, masing-masing pihak bisa bekerjasama dengan siapa saja, pihak KRI akan bekerjasama dengan perbankan asal China atau Eropa. "Yang jelas proyek ini tidak akan ada ikut campur uang negara. Ini memang kerjasama business to business. Kalau NBP, ya terserah dia mau dapatkan dana dari mana saja, " kata dia.Dengan begitu pendapatan akan lebih banyak masuk ke PT.KRI Pengelolaan dana tanpa campur tangan pemerintah dirasa Rudy, lebih fleksibel. Dan ia memastikan kapasitas kilang tidak pasti 300 ribu bph, bisa jadi lebih banyak 350 ribu barel bph.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News