KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor perbankan diperkirakan akan menjadi salah satu sektor yang diuntungkan oleh potensi pemulihan ekonomi pada tahun depan. Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Hardy melihat hal ini tercermin dari
rally harga saham emiten perbankan belakangan. Menurut Robertus, hal ini tidak terlepas dari potensi pemulihan kredit perbankan seiring relaksasi PPKM yang diperkirakan dapat menambah ruang gerak para debitur. “Pelonggaran ini pada akhirnya membuat para debitur lebih leluasa dalam membelanjakan modal belanja dan memutar modal kerjanya. Hal ini pada akhirnya menjadi sentimen positif untuk harga saham perbankan,” kata Robertus kepada Kontan.co.id, Jumat (1/10).
Dalam jangka panjang, proses pemulihan ekonomi yang terjadi pada tahun depan diyakini Robertus juga membuat prospek saham bank ke depan masih akan tetap positif. Hal ini karena para emiten akan berpotensi mencatatkan perbaikan kinerja.
Baca Juga: Dana kelolaan nasabah tajir BNI di atas Rp 5 miliar tumbuh 12% per Agustus Apalagi, keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperpanjang batas relaksasi kredit perbankan menjadi 31 Maret 2023, dari sebelumnya 2022 juga disebut akan menjadi katalis positif untuk kinerja emiten bank. Robertus juga melihat upaya digitalisasi layanan yang dilakukan para bank besar akan meningkatkan efisiensi operasional serta meningkatkan margin keuntungan. Sementara analis Trimegah Sekuritas Prasetya Gunadi dalam risetnya pada 23 September menuliskan, pada tahun depan kinerja sektor perbankan akan mengalami perbaikan. Ia memproyeksikan pertumbuhan pinjaman pada 2022 akan mencapai 7,9% untuk perbankan yang ada di bawah
coverage Trimegah. Menurut dia, pertumbuhan tersebut seiring dengan pulihnya PDB Indonesia pada tahun depan yang diperkirakan akan mencapai 5,1% dibanding tahun ini yang hanya 4%. Apalagi, meredanya penyebaran kasus Covid-19 serta diiringi dengan tingkat vaksinasi yang tinggi juga akan menjadi katalis positif. “Pada pertumbuhan kredit tahun depan, segmen UMKM dan konsumer akan jadi tulang punggung utama. Segmen korporasi cenderung relatif lambat seiring arus kas perusahaan yang masih tinggi sehingga tidak memerlukan banyak pinjaman untuk belanja modal,” kata Prasetya dalam risetnya.
Baca Juga: Saham perbankan kompak menguat, BMRI dan BBRI jadi top pick Sucor Sekuritas Lebih lanjut, Prasetya melihat dampak
tapering pada tahun depan juga tidak akan sesignifikan 2013 silam. Hal ini seiring dengan sikap komunikasi The Fed yang lebih, lalu ekonomi Indonesia juga jauh lebih solid dibanding 2013 lalu. Mulai dari inflasi yang terjaga, Bank Indonesia punya cadangan devisa yang lebih besar, likuiditas perbankan yang berlimpah, hingga level Current Account Deficit (CAD) yang lebih rendah. Prasetya meyakini, terlepas dari tren teknologi yang mengarah ke sisi perbankan digital, bank konvensional sejauh ini telah adaptif dengan upaya digital yang mereka miliki. Selain itu, bank konvensional masih tetap menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi tahun depan. Dengan berbagai faktor tadi, ia pun memberikan
rating overweight untuk sektor perbankan. Sementara untuk
top pick emiten perbankan dari Trimegah Sekuritas adalah Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI). Prasetya menyebut BBNI telah berhasil melakukan perombakan internal yang mengesankan sehingga menjadi pijakan yang kuat untuk memperbaiki kualitas aset ke depan. “Untuk top pick kedua adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) sering langkah merger dengan Pegadaian dan PNM dan neraca keuangan yang kuat akan menjadi kunci kesuksesan menyambut pemulihan ekonomi pada tahun depan,” tutup Prasetya.
Baca Juga: Bank Mandiri targetkan buka 4 cabang digital hingga penghujung 2021 Sedangkan Robertus juga memandang BBRI menarik untuk dijadikan pilihan seiring aksi pembentukan
holding ultra mikro tersebut. Namun, dia mengaku
top pick Henan Putihrai untuk emiten perbankan adalah PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI). Menurutnya, BMRI telah terbukti dapat memperoleh pendapatan operasional yang signifikan dari aplikasi Livin', tidak kalah dengan bank digital lainnya. Ditambah lagi, potensi pemulihan kredit dari segmen korporasi BUMN yang sekarang ini sedang gencar melakukan transformasi dan restrukturisasi juga akan jadi pendukung kinerja BMRI ke depan. Berikut rekomendasi para analis untuk emiten perbankan: 1. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) BBRI bersama dengan Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani secara resmi telah membentuk Holding Ultra Mikro. Untuk mendanai pembentukan tersebut, BBRI telah sukses menggelar
rights issue dengan menerbitkan 28,1 miliar saham baru. Melalui aksi tersebut, BBRI berhasil mengantongi Rp 95,9 triliun. Merger tersebut dinilai akan sangat membantu BBRI untuk penetrasi lebih dalam ke segmen mikro dan ultra mikro yang notabene memiliki profitabilitas lebih tinggi. Analis Sucor Sekuritas Edward Lowis merekomendasikan untuk beli saham BBRI dengan target harga Rp 4.720 per saham.
Baca Juga: Rights Issue BBRI, Seluruh Direktur Bank BRI Ikut Berpartisipasi dan Eksekusi Haknya 2. PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) BMRI yang punya fokus memberikan kredit pada segmen korporasi dinilai akan diuntungkan dengan potensi pemulihan aktivitas ekonomi ke depan. Adapun, per Juli 2021, BMRI telah menyalurkan kredit untuk segmen korporasi sebesar Rp 338,9 triliun atau tumbuh 4,15% secara
year on year. Selain itu, aplikasi Livin by Mandiri juga diyakini punya potensi yang menarik seiring berhasil menyumbangkan pendapatan operasional yang signifikan Analis Henan Putihrai Sekuritas Robertus Hardy merekomendasikan untuk beli saham BMRI dengan target harga Rp 7.300 per saham
Baca Juga: Bank Mandiri rilis Super Platform Kopra untuk segmen wholesale 3. PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) Perombakan manajemen BBNI yang baru mulai terlihat hasilnya dengan distribusi profil risiko yang membaik di mana
high risk bucket turun dari 8,73% di pada Februari 2021 menjadi 7,11% pada Juni 2021. Selain itu, BBNI juga mulai penetrasi ke segmen korporasi swasta tier 1 dan mampu membukukan pertumbuhan 8% yoy di segmen ini pada Juni. Secara valuasi BBNI juga yang paling murah di antara empat bank besar dengan diperdagangkan di 0,81x 2022F PBV atau di bawah 1,15 standard deviasi dalam rata-rata lima tahun terakhir. Analis Trimegah Sekuritas Prasetya Gunadi merekomendasikan untuk beli saham BBNI dengan target harga Rp 6.300 per saham.
Baca Juga: BNI: Penerapan meterai elektronik dukung transaksi keuangan digital 4. PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA)
Pada 23 September, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) menyetujui BBCA untuk melakukan
stock split. Nantinya, saham BBCA akan
stock split menggunakan rasio 1:5 (1 saham saat ini dipecah jadi 5 saham baru). Setelah mendapat persetujuan dari RUPS-LB, manajemen BBCA tengah merampungkan segala persyaratan dengan otoritas terkait yang diperkirakan akan rampung pada bulan ini. Aksi ini bertujuan agar saham BBCA lebih terjangkau bagi investor ritel yang terus mengalami pertumbuhan jumlah maupun minat sepanjang tahun ini. Analis Ciptadana Sekuritas Erni Marsella merekomendasikan untuk beli saham BBCA dengan target harga Rp 35.100 per saham.
Baca Juga: Hati-hati, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dibayangi berbagai risiko berikut Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati