JAKARTA. Penahanan terhadap terdakwa Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin bukanlah suatu keharusan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) M. Amari mengatakan, penahanan merupakan wewenang hakim karena berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan alias P21. Amari juga mengatakan proses peradilan tidak ada kaitannya dengan proses penahanan. "Kalau hakim berpendapat dia perlu ditahan, itu hak hakim karena sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujarnya di Kejaksaan Agung (Kejagung) Jumat (31/12). Seperti yang telah diketahui bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akan segera menyidangkan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin. Berkas perkara tersebut telah diterima oleh PN Jakarta Pusat dan sidang perdana dimulai tanggal 10 Januari 2011. Menurut Humas PN Jakarta Pusat Sugeng Riyono, susunan majelis hakim dalam persidangan tersebut adalah Syarifudin, Sunardi, dan Kartin.Sebagai catatan, Agusrin diduga telah menyelewengkan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 27,6 miliar. Gubernur termuda se-Indonesia ini diduga telah menampung dana di luar rekening Kas Umum Daerah Provinsi Bengkulu. Agusrin dituding telah menggunakan dana tersebut tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu Agusrin juga diduga memakai uang senilai Rp 21,3 miliar tanpa bukti dan juga dituding telah mengantongi uang senilai Rp 6 miliar untuk kepentingan pribadi.
Penahanan Gubernur Bengkulu tidak menjadi keharusan
JAKARTA. Penahanan terhadap terdakwa Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin bukanlah suatu keharusan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) M. Amari mengatakan, penahanan merupakan wewenang hakim karena berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan alias P21. Amari juga mengatakan proses peradilan tidak ada kaitannya dengan proses penahanan. "Kalau hakim berpendapat dia perlu ditahan, itu hak hakim karena sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujarnya di Kejaksaan Agung (Kejagung) Jumat (31/12). Seperti yang telah diketahui bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akan segera menyidangkan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin. Berkas perkara tersebut telah diterima oleh PN Jakarta Pusat dan sidang perdana dimulai tanggal 10 Januari 2011. Menurut Humas PN Jakarta Pusat Sugeng Riyono, susunan majelis hakim dalam persidangan tersebut adalah Syarifudin, Sunardi, dan Kartin.Sebagai catatan, Agusrin diduga telah menyelewengkan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 27,6 miliar. Gubernur termuda se-Indonesia ini diduga telah menampung dana di luar rekening Kas Umum Daerah Provinsi Bengkulu. Agusrin dituding telah menggunakan dana tersebut tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu Agusrin juga diduga memakai uang senilai Rp 21,3 miliar tanpa bukti dan juga dituding telah mengantongi uang senilai Rp 6 miliar untuk kepentingan pribadi.