Penambang geber ekspor mineral di sisa tahun ini



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis devisa hasil ekspor mineral bisa tembus  US$ 5 miliar akhir tahun ini. Jumlah tersebut memang lebih rendah dari proyeksi awal pemerintah US$ 6 miliar.

Raden Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bilang nilai perdagangan ekspor produk mineral hasil pengolahan maupun hasil pemurnian hingga Juli 2014 mencapai US$ 2,23 miliar. "Kami proyeksikan nilai perdagangan ekspor hingga Desember bisa tercapai US$ 5 miliar," kata dia ke KONTAN, Rabu (24/9).

Tahun lalu,  nilai perdagangan mineral domestik ke luar negeri mencapai US$ 11,7 miliar. Tahun ini, devisa ekspor tersebut diproyeksikan terpangkas US$ 6 miliar lantaran pemberlakukan larangan ekspor bijih mineral (ore) sejak 12 Januari silam. 


Berdasarkan laporan surveyor yang diterima Kementerian ESDM, pada periode Februari hingga Juli 2014 total ekspor mencapai US$ 2,23 milioar. Rinciannya, US$ 2,21 miliar untuk ekspor produk mineral hasil pemurnian, dan US$ 15,9 juta untuk produk hasil pengolahan.

Misalnya (lihat tabel), nilai penjualan dari PT Agincourt Resources untuk 931,25 ton emas mencapai US$ 139,2 juta di periode tersebut. Nilai perdagangan 44.019,9 ton tembaga katoda milik PT Smelting sudah US$ 313,77 juta. 

Sedangkan nilai perdagangan 513.525 ton konsentrat besi PT Sebuku Iron Lateristic mencapai US$ 7,7 juta, serta nilai perdagangan 688.415 ton granit PT Karimun Granite mencapai US$ 4,4 juta.

Menurut Sukhyar, keterlambatan pelaksanaan ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara menjadi salah satu sebab rendahnya ekspor mineral. Namun, kembali dibukanya izin ekspor bagi kedua perusahaan saat ini bisa mendongkrak devisa ekspor.

Pemerintah memberikan kuota ekspor konsentrat tembaga kepada Freeport sebesara 756.300 ton, atau dengan perkiraan pendapatan senilai US$ 1,8 miliar. Sedangkan Newmont dengan kouta ekspor sebesar 304.515 ton potensi nilai penjualan ekspornya bisa mencapai US$ 587,4 juta hingga US$ 644,35 juta.

Selain itu, beberapa hambatan program hilirasasi mineral juga masih menjadi kendala realiasasi proyek pabrik pemurnian (smelter).  "Fiskal yang berlaku di Indonesia cukup aneh juga, misalnya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)," kata dia.

Meskipun ada berbagai hambatan, nilai penjualan ekspor mineral nampaknya akan dapat terbantukan dari beberapa perusahaan yang berencana meningkatkan produksi, seperti Agincourt Resources dan Vale Indonesia.

Katarina S Hardono, Senior Manager Corporate Communications Agincourt Resources mengatakan, perusahaannya akan berupaya menggenjot produksi emas untuk menjaga pendapatan perusahaan. Ia optimistis produksi Agincourt bisa meningkat dari panduan produksi tahun ini sebesar 250.000 ons troi (oz). Perusahaan asal Hong Kong ini berencana menigkatkan  produksi lebih dari 281.477 oz.

Nico Kanter, Presiden Direktur Vale Indonesia mengatakan, pihaknya menargetkan produksi nikel mencapai 79.600 ton, atau naik dibandingkan tahun lalu sebesar 75.802 ton. "Kami yakin harga jual nikel matte di akhir tahun bisa naik," kata dia.     

Perusahaan Komoditas Volume (ton) Nilai (US$ juta)
       
PT Agincourt Resources Emas 931,25 139,2
  Perak 6.741,48 16,18
PT Aneka Tambang  Emas  0,4 16,56
  Perak 4 2,57
PT Indoferro NPI 25.520,35 16,2
  Pig Iron 48.302 481,2
PT Batu Tua Tembaga Raya Tembaga 301,36 2
PT J Resources Bolaang Mongondow Emas 200,88 41,4
  Perak  0,5 0,32
PT Meares Soputan Mining Emas 149,63 24,6
  Perak 2,19 1,4
PT Natarang Mining Emas 0,04 1,6
  Perak 0,11 0,62
PT Nusa Halmahera Mineral Emas 666,45 213,8
  Perak 680,75 5
PT Sago Prima Pratama Emas 269,05 43,9
PT Tambang Tondano Nusajaya Emas 234,31 27,7
  Perak 1,87 1,16
PT Smelting Tembaga 44.019 313,77
  Anode Slime 661,78 399,48
PT Vale Indonesia Nikel Matte 44.317,83 463,96
TOTAL     2.212,65
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia