KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas penambangan nikel di pulau-pulau kecil dalam gugusan kepulauan Raja Ampat yang terletak di Provinsi Papua Barat Daya, menurut Country Director Greenpeace for Indonesia Leonard Simanjuntak, dalam laporan yang dirilis beberapa waktu lalu menyoroti soal pelanggaran atas peraturan UU No. 1 Tahun 2014 adalah tentang perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup (LH) terdapat empat perusahaan yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), yakni PT GAG Nikel, PT PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Sedangkan PT Nurham belum memiliki aktivitas pertambangan yang terekam. "Keempatnya (bermasalah). Karena UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil melarang kegiatan tambang sama sekali di pulau-pulau kecil. Dan keempatnya adalah pulau kecil," ungkap Leonard saat dikonfirmasi Kontan, Minggu (08/06). Baca Juga: Penjelasan Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Soal Tambang Nikel Raja Ampat Memang, jika dilihat, dalam UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Pasal 23 mengatur larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kegiatan pertambangan mineral, sebagai berikut: Pasal 23 ayat (1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Pasal 23 ayat (2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut:
- konservasi;
- pendidikan dan pelatihan;
- penelitian dan pengembangan;
- budi daya laut;
- pariwisata;
- usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari;
- pertanian organik;
- peternakan; dan/atau
- pertahanan dan keamanan negara.