KONTAN.CO.ID - Penerimaan perpajakan diasumsikan Presiden Joko Widodo dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar Rp 1.609,4 triliun. Bagi Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai mampu meningkatkan penerimaan perpajakan. Yustinus menjelaskan, penarikan PPN dengan besaran yang kecil mampu tingkatkan pendapatan. "Pajaknya kecil-kecil saja, tapi dari banyak sektor, orang tidak akan merasa terbebani," ujar Yustinus pada Selasa (22/8) di Kafe Tjikini Lima. Yustinus berpendapat, selama ini wajib pajak tidak senang membayar pajak disebabkan adanya kebijakan withholding tax yang memotong pajak ketika penghasilan didapatkan. Sementara itu, berbeda halnya dengan PPN. PPN dipungut pada barang yang dibeli masyarakat secara sukarela sehingga tidak ada masalah ketika diberikan PPN. "Ibaratnya kalau penghasilan itu kita baru dapat penghasilan, tiba-tiba dipotong, kita marah dong karena baru dapat uang padahal. Sementara PPN ditarik dari transaksi yang kita inginkan, misal beli sepatu, tas yang diinginkan. Ketika kita suka, kita ga akan peduli PPN-nya berapa, pasti tetap dibeli," jelas Yustinus. Menurutnya, hal ini disebabkan penarikan PPN yang secara tidak langsung (indirect) dari suatu barang sehingga masyarakat tak berkeberatan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Penarikan PPN semua barang jadi resep jitu pajak
KONTAN.CO.ID - Penerimaan perpajakan diasumsikan Presiden Joko Widodo dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar Rp 1.609,4 triliun. Bagi Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai mampu meningkatkan penerimaan perpajakan. Yustinus menjelaskan, penarikan PPN dengan besaran yang kecil mampu tingkatkan pendapatan. "Pajaknya kecil-kecil saja, tapi dari banyak sektor, orang tidak akan merasa terbebani," ujar Yustinus pada Selasa (22/8) di Kafe Tjikini Lima. Yustinus berpendapat, selama ini wajib pajak tidak senang membayar pajak disebabkan adanya kebijakan withholding tax yang memotong pajak ketika penghasilan didapatkan. Sementara itu, berbeda halnya dengan PPN. PPN dipungut pada barang yang dibeli masyarakat secara sukarela sehingga tidak ada masalah ketika diberikan PPN. "Ibaratnya kalau penghasilan itu kita baru dapat penghasilan, tiba-tiba dipotong, kita marah dong karena baru dapat uang padahal. Sementara PPN ditarik dari transaksi yang kita inginkan, misal beli sepatu, tas yang diinginkan. Ketika kita suka, kita ga akan peduli PPN-nya berapa, pasti tetap dibeli," jelas Yustinus. Menurutnya, hal ini disebabkan penarikan PPN yang secara tidak langsung (indirect) dari suatu barang sehingga masyarakat tak berkeberatan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News