KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penasehat hukum terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor tetap kekeuh mengatakan jika tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut. Penasehat Hukum Master Parulian Tumanggor, Komisaris Wilmar Nabati yang menjadi terdakwa Juniver Girsang mengatakan, kesaksian Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kemensos Mira Riyanti Kurniasih menegaskan tak ada kerugian negara dalam perkara yang membelit kliennya Kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO tengah digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Juniver menegaskan, kesaksian ini menegasikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca Juga: Kebijakan yang Berubah-ubah Terkait Minyak Goreng Sulitkan Pelaku Usaha "Kesaksian ini jelas menegaskan, negara hadir bagi warganya yang membutuhkan bantuan dan fakir miskin. Yang juga kita cermati, adalah kesaksian ini menegaskan tidak ada kerugian negara dalam perkara klien kami," terang Juniver. Dia juga menyebutkan, jika tidak ada uang negara masuk ke pundi-pundi kliennya. Kesaksian Mira dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjelaskan jika harga migor di pasar domestik tinggi kala itu. Ini karena tingginya harga minyak sawit dunia di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, sesuai arahan Presiden tanggal 1 April 2022, pemerintah memutuskan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) yang akan diberikan kepada 20,5 juta KPM, penerima bantuan pangan non tunai, dan penerima program keluarga harapan. "Sudah dimulai dari April 2022 kami realisasikan BLT untuk migor," kata Mira, Rabu (19/10). Ia menjelaskan, anggaran BLT diambil dari pos anggaran bansos secara umum dan sudah dialokasikan dalam APBN sejak November 2021, jauh sebelum ada kenaikan harga dan kelangkaan migor. "Sebenarnya itu diambil dari anggaran kami. Kami punya angggaran bansos, sejak November 2021. Dianggarkan untuk program reguler sebelum ada BLT migor," kata Mira. Ini sesuai tugas dan fungsi Kemensos memang punya program BPNT dan program keluarga Harapan. Mira memastikan, tidak ada anggaran khusus yang secara dadakan diadakan untuk BLT migor. "Jadi saat itu kami menggunakan anggaran yang ada dulu untuk menindaklanjuti arahan presiden," terang dia.
Baca Juga: Pidana Korupsi di Kasus Ekspor Minyak Goreng Dinilai Sulit Dibuktikan Menurut Juniver, dari kesaksian tersebut tidak mencerminkan adanya kerugian negara yang timbul. Dia mengatakan, justru dalam kasus ini kliennya merugi akibat kebijakan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) sekaligus pemenuhan DMO. Nilai kerugian Wilmar Nabati diklaim Rp 1,5 triliun. Kerugian ini didapat lantaran perusahaan dipaksa untuk menjual harga migor di bawah harga keekonomian, bahkan di bawah harga produksi. Di samping kerugian keuangan negara, dalam kasus ini jaksa mendalilkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 12,31 triliun yang diatribusi kepada tiga grup perusahaan dengan jumlah yang berbeda. Nilai kerugian ini merupakan hasil kajian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada tanggal 15 Juli 2022 yang dihitung selama periode 15 Februari sampai 30 Maret 2022.
"Pertanyaannya adalah sejauh mana validitas hasil kajian ini. Menarik untuk diuji di pengadilan, sebelum dijadikan referensi menentukan kerugian perekonomian negara," kata Praktisi Hukum Hotman Sitorus. Juniver menjelaskan, setiap pidana korupsi, setidaknya harus ada unsur, perbuatan melawan hukum (PMH), kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. "Tanpa ada pebuatan melawan hukum tanpa ada kerugian keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain maka tidak ada yang korupsi. Ketiga unsur haruslah diuraikan secara jelas dan terang dan kemudian dibuktikan di depan pengadilan," jelas Hotman.
Baca Juga: Kuasa Hukum Sebut Kliennya Korban Perubahan Kebijakan Minyak Goreng di Kemendag Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana