KONTAN.CO.ID - BEIJING. Penasihat pemerintah dan pensiunan militer senior China memperingatkan, Negeri Panda tersebut harus mempersiapkan diri untuk terjadinya perang di Semenanjung Korea, seiring dengan kian meningkatnya risiko konflik dari yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka mengingatkan, Beijing, yang sebelumnya disebut-sebut sebagai sekutu utama Pyongyang, kehilangan kendali atas situasi tersebut. "Kondisi di semenanjung sekarang menciptakan risiko perang terbesar dalam beberapa dekade," kata profesor hubungan internasional Renmin University Shi Yinhong, yang juga menjadi penasihat Dewan Negara, kabinet China.
Shi mengatakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un terlibat dalam lingkaran ancaman yang berbahaya dan sudah terlambat bagi China untuk mencegahnya. Paling banter, Beijing hanya bisa menunda meledaknya konflik yang ada. "Korea Utara adalah bom waktu. Kita hanya bisa menunda ledakan, tapi akan ada saat-saat detonator dilepaskan," kata Shi di sela-sela sebuah konferensi Beijing mengenai krisis tersebut. Menanggapi konferensi tersebut, Wang Hongguang, mantan wakil komandan Daerah Militer Nanjing, memperingatkan perang dapat terjadi di Semenanjung Korea setiap saat mulai saat ini hingga Maret ketika Korea Selatan dan Amerika Serikat mengadakan latihan militer tahunan. "Ini adalah periode yang sangat berbahaya. China Timur Laut harus memobilisasi pertahanan perang," kata Wang. Yang Xiyu, seorang rekan senior di Institut Studi Internasional China yang berafiliasi dengan kementerian luar negeri China, mengatakan kondisi di semenanjung saat ini berada dalam kondisi paling berbahaya dalam setengah abad terakhir. "Tidak masalah apakah ada perang atau damai, dengan menyesal, China tidak memiliki kontrol, dominasi atau bahkan suara dalam masalah ini," kata Xiyu. China mungkin sudah bersiap menghadapi yang terburuk. Pekan lalu, harian
Jilin, surat kabar resmi provinsi yang berbatasan dengan Korea Utara, menerbitkan sebuah halaman nasihat untuk warga tentang bagaimana menanggapi serangan nuklir. Sebuah dokumen yang konon berasal dari operator telekomunikasi China Mobile tentang rencana untuk mendirikan lima kamp pengungsian di daerah Changbai, Jilin, juga muncul di media online minggu lalu. Wang mengatakan, artikel harian
Jilin merupakan "sinyal bagi negara untuk bersiap menghadapi perang yang akan datang". Menurut Wang, China juga khawatir tentang ancaman ujicoba nuklir Korea Utara yang sering ditujukan ke struktur geologi yang tidak stabil di wilayah tersebut. Profesor Universitas Nanjing Zhu Feng menguraikan, tidak peduli seberapa kecil kemungkinannya, China harus dipersiapkan secara psikologis dan praktis untuk sebuah konflik nuklir yang dahsyat, dampak nuklir atau ledakan nuklir. "Kenapa kita selalu bertingkah seperti burung unta? Kenapa kita selalu percaya perang tidak akan terjadi?" kata Zhu. "Apa yang dibutuhkan China adalah rasa urgensi tentang pengaruh penurunan strategi yang terkait dengan semenanjung dan cara China menurunkan status dan peran China dalam masalah keamanan Asia Timur," jelas Zhu lagi. Dia juga mengatakan, kegagalan Kim untuk bertemu dengan utusan China Song Tao dalam perjalanannya ke Pyongyang bulan lalu merupakan "penghinaan" bagi China. Sementara di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson meminta China dan Rusia untuk meningkatkan usaha mereka untuk menghentikan program nuklir Pyongyang.
Tillerson juga mengulangi tawaran tanpa syarat sebelumnya untuk melakukan pembicaraan dengan mengatakan bahwa Washington tidak akan bernegosiasi dengan Pyongyang sampai negara tersebut menghentikan "perilaku yang mengancam". Duta Besar Korea Utara untuk PBB Ja Song-nam menuduh Amerika Serikat, Jepang dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan kampanye bermusuhan dengan tujuan menghentikan Pyongyang mendapatkan senjata nuklir yang dianggap perlu untuk mempertahankan diri sendiri. Guru besar Universitas Renmin Shi mengatakan harapan untuk perdamaian tidak dapat diandalkan pada Kim dan Trump, dan China dan Rusia harus bekerja sama untuk menentang perang. Dalam sebuah pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di Beijing, Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa perang di semenanjung tidak dapat diterima.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie