Pencairan JHT perlu diwaspadai



JAKARTA. Pemerintah harus mewaspadai efek kelonggaran aturan program Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kendati  masih wajar, tren pencairan JHT di tengah jalan bisa jadi bumerang di masa mendatang. Maklum, tujuan JHT ini adalah melindungi karyawan di  masa pensiunnya, bukan untuk memenuhi kebutuhan harian.

Namun, Direktur Jenderal (Dirjen)  Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Muji Handaya  tak mengkhawatirkan pencairan JHT di tengah jalan itu. Alasaannya, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 46/2015 tentang Jaminan Hari Tua telah memperhitungkan pencairan dana yang dilakukan para buruh.

Dia menilai, jumlah dana pencairan relatif kecil sehingga tidak akan mengakibatkan mismatch atau ketidakseimbangan antara dana yang disetorkan dengan yang dibayarkan. Lagi pula, menurutnya, kini jumlah peserta yang dapat mencairkan dananya lantaran masa kepesertaannya lebih dari 10 tahun masih sekitar  30% dari total pekerja yang ikut BPJS Ketenagakerjaan.   Alhasil, "Pengaruhnya tidak sampai mengguncangkan," kata Muji, Senin (10/8).


Sebagai catatan, tren penarikan dana JHT mulai marak terjadi di daerah Jakarta dan Tangerang, khususnya di daerah kawasan industri. Fenomena ini merupakan implikasi celah aturan pencairan JHT. Sebab, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang sudah memiliki masa penyertaan 10 tahun, berhak mencairkan JHT-nya, maksimal hingga 30% (Harian KONTAN, edisi 10 Agustus 2015, halaman 1).

Digugat asosiasi buruh

Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani mengatakan, dana JHT memang perlu dicairkan saat pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri. "Itu tidak akan ganggu cash flow," kata Irma.

Lain halnya dengan keinginan para buruh yang justru meminta nilai dana JHT yang dicairkan lebih besar.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, kelonggaran program JHT masih jauh dari ideal yang diinginkan oleh pekerja.  KSPI ingin masa kepesertaan maksimal lima tahun, bukan sepuluh tahun seperti di dalam peraturan saat ini. Selain itu, KSPI ingin dana yang dicairkan lebih besar dari 10%. Untuk mewujudkan rencana ini, KSPI sedang mempersiapkan judicial review atas revisi PP JHT.

Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Junaedi mengatakan, pencairan dana JHT hingga saat ini masih belum signifikan. "Frekuensi belum signifikan karena masih mengandalkan hasil investasi dari produk kami," kata Junaedi.

Meski demikian, jika pencairan ini terus terjadi, keuangan BPJS Ketenagakerjaan akan terpengaruh. Salah satunya terhadap perubahan portofolio investasi atau pengelolaan dana di BPJS Ketenagakerjaan.

Sekadar catatan, saat ini BPJS Ketenagakerjaan menanamkan dana pengelolaan anggotanya dalam banyak instrumen seperti deposito, saham, obligasi pemerintah dan BUMN. Penempatan terbesar di obligasi dengan porsi 42%-46%, terkecil di  saham dan reksadana.                              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto