Pendanaan asing multifinance makin menggemuk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Opsi pendanaan dari luar negeri masih menjadi pilihan bagi pelaku usaha multifinance. Meski demikian mereka masih menghadapi sejumlah tantangan bagi perusahaan yang memilih sumber pendanaan ini.

Mengutip data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Februari 2019, nilai pendanaan asing yang diterima industri multifinance mencapai Rp 104,78 triliun. Jumlah ini meningkat 16,75% dari periode yang sama di tahun lalu yaitu sebesar Rp 89,74 triliun. Pendanaan asing sendiri berkontribusi 38,2% dari total pendanaan industri Rp 274,27 triliun.

Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, tren pendanaan dari luar negeri cenderung positif. Penyebabnya pelaku usaha mencari kesempatan untuk memperoleh pendanaan baru ketika perbankan dalam negeri lebih selektif memberikan pinjaman.


“Dengan sulitnya pendanaan dan mengetatkan tingkat likuiditas di dalam negeri, kemudian bank bank luar menawarkan pinjaman. Ini merupakan keuntungan bagi multifinance,” kata Suwandi di Jakarta, Rabu (24/4).

Dengan capaian itu ia memperkirakan pendanaan asing makin menggemuk hingga akhir tahun. Suwandi memproyeksikan pinjaman dari luar negeri bisa tumbuh sekitar 14%-15% secara year on year (yoy) seperti yang terjadi pada tahun lalu.

Namun sayangnya, tidak semua perusahaan multifinance bisa memperoleh pendanaan dari luar negeri. Biasanya, multifinance yang bisa mendapatkan dana ini mempunyai aset minimal Rp 5 triliun dan telah mengantongi pinjaman sindikasi sebelumnya.

Bukan itu saja, pemain multifinance juga hadapi tantangan lain. Beberapa kasus yang terjadi di beberapa perusahaan pembiayaan telah mengurangi kepercayaan perbankan domestik untuk memberikan pinjaman. Perbankan kini makin berhati-hati memberikan pendanaan ke sektor pembiayaan.

Suwandi mencontohkan kasus SNP Finance. Di mana perusahaan multifinance itu yang menjalankan praktik penjaminan ganda untuk mendapatkan dana dari bank. Untuk mengantisipasi hal itu, asosiasi bersama OJK menginisiasi sistem asset registry. Sistem ini berisikan daftar nomor mesin, nomor rangka serta invoice kredit alat berat maupun mesin dari perusahaan multifinance.

“Kami mengharapkan tidak mendengar lagi kasus itu di tahun ini. Dengan asset registry, harapan kami kepercayaan perbankan satu per satu menjadi lebih positif,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi