Pendanaan dari Perbankan untuk Proyek Smelter Masih Minim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah menggenjot hilirisasi sektor mineral dan batubara masih terkendala minimnya pendanaan pada proyek-proyek smelter.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Haykal Hubeis bilang pendanaan untuk proyek smelter saat ini masih sulit.

"Ditandai dengan dominasi kepemilikan smelter oleh Penanaman Modal Asing (PMA) dan lambannya investor-investor lokal dalam merealisasikan pembangunan smelter," kata Haykal kepada Kontan, Selasa (14/3).


Haykal menambahkan, kendala lainnya yakni masih sedikitnya pengusaha-pengusaha besar dalam negeri yang berpartisipasi pada pembangunan smelter.

Menurutnya, ada beberapa penyebab proyek smelter sulit mendapatkan pendanaan dari perbankan. Haykal menilai penyaluran kredit perbankan masih dilandasi pada perhitungan jangka pendek. Kondisi ini membuat ekuitas yang disyaratkan masih terlampau tinggi.e

Penyebab lainnya yakni dari sisi regulasi. Menurutnya, masih ada kebijakan yang memperlambat proyek smelter termasuk dari sisi pendanaan, jaminan ketersediaan bahan baku, energi hingga persoalan lahan.

"Faktor ini menjadi beban investor dan sebaliknya beban itu menjadi pertimbangan utama perbankan dalam menentukan risiko pinjaman," jelas Haykal.

Baca Juga: Investor Singapura Masuk ke Proyek Smelter Nikel Vale Indonesia (INCO)

Dengan kondisi yang ada, Haykal pun menilai langkah perusahaan pemilik proyek smelter mencari dana segar melalui Initial Public Offering (IPO) merupakan sesuatu yang lazim. Selain IPO, upaya memperoleh pendanaan juga dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi.

Senada, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengungkapkan, pendanaan untuk proyek smelter masih didominasi dari bank asing yang memiliki kaitan bisnis dengan pemilik proyek smelter.

"Karena sebagian besar smelter itu PMA kan pada awalnya, walaupun kemudian sudah mulai ada modal dalam negeri," jelas Amin ketika dihubungi Kontan, Selasa (14/3).

Amin menjelaskan, perbankan umumnya masih belum memiliki kajian trkait proyek smelter. Selain itu, masih belum jelasnya informasi terkait rencana pemerintah ke depannya juga menjadi faktor yang mempengaruhi perbankan dalam memberikan pendanaan bagi proyek smelter.

Dengan kebutuhan dana yang cukup besar, analisis risiko terkait proyek smelter menjadi pertimbangan bagi sektor perbankan.

"Bank belum punya skemanya dan dititik mana proyek akan memberikan keuntungan pada pemilik proyek," imbuh Amin.

Dengan kondisi ini, kata Amin, maka opsi paling mungkin adalah dengan memberikan dukungan pendanaan melalui skema sindikasi bersama bank lainnya.

Sementara itu, Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, BRI berkomitmen untuk terus mendukung program hilirisasi sejalan imbauan dari pemerintah.

Dalam memberikan dukungan pembiayaan, BRI mempertimbangkan sejumlah hal.

"Secara teknis, dalam setiap melakukan analisa pembiayaan BRI selalu mempertimbangkan kegiatan bisnis yang feasible, dengan tetap menerapkan prinsip prinsip prudential banking, kehati hatian dan GCG yang diatur baik dari ketentuan internal bank maupun regulator," jelas Aestika kepada Kontan, Selasa (14/3).

Aestika menambahkan, saat ini BRI telah turut serta memberikan pembiayaan pada beberapa perusahaan smelter nikel dan tembaga lewat skema sindikasi. Bahkan, BRI pun kini tengah mengkaji beberapa proyek smelter potensial. Sayangnya, Aestika tak merinci lebih jauh proyek mana saja yang kini tengah dikaji.

"Beberapa potensial smelter saat ini sudah terdapat dalam pipeline pembiayaan BRI," kata Aestika.

Baca Juga: Butuh Dana Bangun Smelter, Perusahaan Tambang Mineral Bersiap Jaring Dana via IPO

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat