KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah menaiknya pendapatan kontrak yang berlipat ganda hingga mencapai angka triliunan, emiten sektor konstruksi dilanda isu perubahan pendanaan yang menekan harga saham sektor ini. Namun, secara kinerja keuangan dan aksi korporasi emiten di sektor konstruksi, analis proyeksikan akan positif di 2018. Berdasarkan data RTI dari awal tahun hingga Jumat (24/11), tiga emiten konstruksi, yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT PP Tbk (PTPP) mengalami diskon harga saham lebih dari 10%. Sementara, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) di periode yang sama, harga saham terdiskon 1,92%. Calvin Anthrasal, Analis Henan Putihrai mengatakan sejak awal tahun hingga akhir tahun 2017 sentimen untuk sektor konstruksi sedang negatif. Meski, sebenarnya dilihat secara kinerja semua emiten konstruksi terkhusus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membukukan peningkatan laba bersih double digit atau bisa dikatakan cukup signifikan. Seperti contohnya WSKT yang membukukan laba bersih Rp 2,9 triliun atau naik 169% secara year-on-year (yoy). "Jadi dari kinerja sebenarnya perusahaan konstruksi sedang naik-naiknya, namun memang sentimen untuk konstruksi tahun ini sedang kurang baik," kata Calvin, Jumat (24/11). Sentimen negatif tersebut datang dari investor yang saat ini cenderung ragu dan was-was apakah para emiten konstruksi tersebut mampu mendanai semua kontrak yang telah didapatkan dan selesai pada waktu yang tepat. Calvin mengatakan kini penerimaan kontrak emiten sektor konstruksi telah mencapai angka triliunan, bahkan WSKT on hand kontrak di atas Rp 100 triliun. "Mereka otomatis butuh pendanaan yang besar untuk mendanai semua proyeknya, karena beban besar itu, investor cendeurng was-was dan berakibat harga saham jadi memerah," kata Calvin. Belum lagi kini muncul perubahan pendanaan proyek. Contohnya, ADHI yang menerima surat dari Kementrian BUMN yang menyarankan dalam proyek pembangunan light rail transit (LRT) Jabodetabek, PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak menjadi investor. "Ini lebih ke arah investor was-was tentang pendanaan konstruksi itu sendiri," kata Calvin.
Pendanaan proyek labil, saham konstruksi anjlok
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah menaiknya pendapatan kontrak yang berlipat ganda hingga mencapai angka triliunan, emiten sektor konstruksi dilanda isu perubahan pendanaan yang menekan harga saham sektor ini. Namun, secara kinerja keuangan dan aksi korporasi emiten di sektor konstruksi, analis proyeksikan akan positif di 2018. Berdasarkan data RTI dari awal tahun hingga Jumat (24/11), tiga emiten konstruksi, yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT PP Tbk (PTPP) mengalami diskon harga saham lebih dari 10%. Sementara, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) di periode yang sama, harga saham terdiskon 1,92%. Calvin Anthrasal, Analis Henan Putihrai mengatakan sejak awal tahun hingga akhir tahun 2017 sentimen untuk sektor konstruksi sedang negatif. Meski, sebenarnya dilihat secara kinerja semua emiten konstruksi terkhusus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membukukan peningkatan laba bersih double digit atau bisa dikatakan cukup signifikan. Seperti contohnya WSKT yang membukukan laba bersih Rp 2,9 triliun atau naik 169% secara year-on-year (yoy). "Jadi dari kinerja sebenarnya perusahaan konstruksi sedang naik-naiknya, namun memang sentimen untuk konstruksi tahun ini sedang kurang baik," kata Calvin, Jumat (24/11). Sentimen negatif tersebut datang dari investor yang saat ini cenderung ragu dan was-was apakah para emiten konstruksi tersebut mampu mendanai semua kontrak yang telah didapatkan dan selesai pada waktu yang tepat. Calvin mengatakan kini penerimaan kontrak emiten sektor konstruksi telah mencapai angka triliunan, bahkan WSKT on hand kontrak di atas Rp 100 triliun. "Mereka otomatis butuh pendanaan yang besar untuk mendanai semua proyeknya, karena beban besar itu, investor cendeurng was-was dan berakibat harga saham jadi memerah," kata Calvin. Belum lagi kini muncul perubahan pendanaan proyek. Contohnya, ADHI yang menerima surat dari Kementrian BUMN yang menyarankan dalam proyek pembangunan light rail transit (LRT) Jabodetabek, PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak menjadi investor. "Ini lebih ke arah investor was-was tentang pendanaan konstruksi itu sendiri," kata Calvin.