KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski nampak menjanjikan, sektor batubara kembali menghadapi satu sentimen negatif, yakni terkait pengurangan pendanaan dari pihak eksternal. Hal ini seiring dengan isu lingkungan dan pengembangan energi hijau. Melansir Reuters, Selasa (14/12),salah satu bank terkemuka asal Eropa, yakni HSBC, akan mengurangi eksposur pembiayaan ke sektor batubara termal setidaknya 25% pada tahun 2025 dan 50% pada tahun 2030. HSBC mengharapkan semua kliennya memiliki rencana untuk keluar dari bisnis bahan bakar fosil pada akhir 2023. HSBC mengatakan, kebijakannya akan membantu menghapus penggunaan batubara yang sejalan dengan perubahan iklim
“Batubara adalah salah satu isu terbesar. Batubara menyumbang 25% dari emisi gas rumah kaca global," kata Chief Sustainability Officer Grup HSBC, Celine Herweijer. Baca Juga: Harga batubara diproyeksi melandai tahun depan, simak rekomendasi saham berikut Meski demikian, Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Luthfi Djamal menilai, kondisi neraca emiten batubara saat ini masih cukup bagus. Sehingga, kemungkinan besar masih bisa menopang rencana ekspansi mereka ke depan. “Misal seperti akuisisi tambang baru atau meningkatkan porsi bisnis di luar batu bara seperti renewable energy dan gasifikasi,” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Kamis (16/12). Terkait permintaan batubara, wilayah Asia Tenggara masih akan menyerap cukup banyak permintaan komoditas energi ini. Sebab, transisi ke energi baru terbarukan di wilayah ini belum terlalu agresif. Baca Juga: PLN tingkatkan bauran EBT untuk hadapi kesulitan pendanaan pembangunan pembangkit