KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program hilirisasi bauksit masih terkendala masalah pendanaan. Proses pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian (smelter) bauksit memang lebih lambat apabila dibandingkan smelter nikel dan tembaga. Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi di bidang hilirisasi komoditas mineral, terutama realisasi investasi untuk smelter bauksit kuartal I-2024 hanya mencapai Rp 1,4 triliun. Angka tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi investasi smelter nikel yang tercatat mencapai Rp 33,4 triliun dan smelter tembaga mencapai Rp 8,4 triliun.
Baca Juga: Dukung Hilirisasi Mineral, Antam Percepat Penyelesaian Proyek Strategis Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan dari rencana pembangunan 12 smelter bauksit di dalam negeri, baru ada empat smelter yang sudah beroperasi. Sisanya, sebanyak delapan proyek smelter bauksit masih dalam tahap pembangunan dan belum diselesaikan karena berbagai kendala. Delapan proyek smelter tersebut adalah:
- PT Borneo Alumina Indonesia – Mempawah, Kalbar: 23,67%
- PT Laman Mining – Ketapang, Kalbar: 32,39%
- PT Kalbar Bumi Perkasa – Sanggau, Kalbar: 37,25%
- PT Sumber Bumi Marau – Ketapang, Kalbar: 50,05%
- PT Persada Pratama Cemerlang – Sanggau, Kalbar: 52,62%
- PT Parenggean Makmur Sejahtera – Kotawaringin Timur, Kalteng: 58,13%
- PT Dinamika Sejahtera Mandiri – Sanggau, Kalbar: 58,55%
- PT Quality Sukses Sejahtera – Sanggau, Kalbar: 65,65%.
Ketika sudah beroperasi nanti, kedelapan smelter ini diharapkan dapat menampung 24,5 juta ton bauksit untuk memproduksi sekitar 8,5 juta alumina. Plh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto mengatakan, masih belum ada perkembangan yang berarti dan hampir semua belum mulai dikerjakan lagi. "Boleh dikatakan masih jalan di tempat. Untuk pendanaan masih menjadi masalah yang sulit," kata Ronald kepada KONTAN, Sabtu (11/5). Secara umum, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tren investasi smelter.
Baca Juga: Pasokan Produk Smelter Bakal Banjir, Industri Turunan Belum Mampu Serap Pertama, soal besarnya nilai investasi. Untuk membangun satu smelter diperlukan modal hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun. Investasi sebesar ini dapat menjadi hambatan bagi investor, terutama investor domestik. Selai itu, tantangan lainnya adalah dominasi investor asing dalam pembangunan smelter bauksit di Indonesia. Hingga saat ini, tidak ada investor domestik yang berani berinvestasi pada pembangunan fasilitas smelter dalam negeri.
Hal ini, kata Ronald, menunjukkan pentingnya mencari jalan keluar untuk melibatkan investor domestik dalam pengembangan sektor ini. Semakin lancar dana investasi, maka akan semakin lancar juga proses pembangunan fasilitas smelter terkait. Berdasarkan catatan APB3I, produksi tahunan bauksit Indonesia bisa mencapai hingga 30 juta ton per tahun. Hanya saja, kapasitas input di dalam negeri untuk mengolah atau memurnikan bauksit masih terbatas. Untuk smelter jenis Smelter Grade Alumina (SGA), total kapasitas input secara nasional hanya mencapai 12 juta ton per tahun, sementara smelter Chemical Grade Alumina (CGA) dengan total kapasitas input 1 juta ton-2 juta ton per tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi