Pendapatan BFI Finance (BFIN) melompat 24% jadi Rp 5 triliun di 2018, ini pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) sukses mencatatkan kinerja menggembirakan di sepanjang 2018. Mengutip laporan keuangan perusahaan, pendapatan BFI Finance mencapai Rp 5,01 triliun atau meningkat 24 % dibandingkan 2017.

Pendapatan perusahaan berasal dari sewa pembiayaan Rp 2,87 triliun, pembiayaan konsumen Rp 2,02 triliun, pendapatan syariah Rp 529 juta, pendapatan keuangan Rp 20,21 miliar dan lain-lain Rp 104,35 miliar.

Finance Director & Corporate Secretary BFI Finance Sudjono mengatakan, bahwa peningkatan pendapatan perusahaan berkat pertumbuhan aset mencapai 16% di sepanjang 2018. Hal itu turut meningkatkan net interest spread dan net interest margin perusahaan.


“Karena fokus pembiayaan pembiayaan di sektor ritel yang memberikan yield dan fee based yang lebih baik, di sisi lain pendanaan perusahaan juga mengalami penurunan suku bunga di tahun ini,” kata Sudjono kepada Kontan.co.id, Selasa (26/2).

Selain itu, perusahaan juga terus melakukan inovasi dan pengembangan produk untuk menjangkau konsumen-konsumen baru dengan mengeluarkan produk-produk pembiayaan seperti unit usaha syariah atau BFI Syariah, lifestyle product (leisure) dan education, serta bekerjasama dengan beberapa perusahaan digital dalam memasarkan produk perusahaan.

Mempertimbangkan kondisi perekonomian dan industri yang cukup menantang di tahun 2019, pihaknya menargetkan pertumbuhan yang cukup realitis dan cenderung mengambil posisi konservatif dengna target meningkatkan dibandingkan tahun 2018.

Sudjono bilang, fokus perusahaan pada tahun ini adalah pertumbuhan bisnis yang stabil sambal menjaga kualitas aset. Pihaknya akan meninjau kebutuhan bajet setelah pemilu selesai, kemudian perusahaan menyesuaikann dengan beberapa faktor, seperti peningkatan indeks kepercayaan konsumen, masuknya investasi asing dan membaiknya likuiditas perbankan.

Menurutnya, 2019 menjadi tahun yang menantang untuk industri pembiayaan, karena dukungan pendanaan dari perbankan diperkirakan tidak akan segencar tahu sebelumnya, di mana loan to deposit ratio (LDR) saat ini cukup tinggi, sehingga menyebabkan likuditas perbankan semakin ketat untuk menyalurkan kredit.

“Faktor lainnya yang membuat pasar wait and see, yaitu perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri serta adanya transaksi berjalan yang defisit sehingga menekan nilai rupiah,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi