KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akuisisi perusahaan pembangkit listrik panas bumi (PLTP), Star Energy Geothermal, menjadi penopang baru bagi keuangan PT Barito Pacific Tbk (
BRPT). Pada periode Januari-September 2018, BRPT mencatatkan pertumbuhan pendapatan senilai 29,3% secara tahunan menjadi sekitar US$ 2,35 miliar. Kontribusi Star Energy bagi BRPT juga bisa menahan tekanan lebih dalam akibat peningkatan beban keuangan emiten ini. Alhasil, BRPT hanya mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 1,3% menjadi US$ 70,38 juta sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Laporan keuangan ini sudah mencakup konsolidasi keuangan Star Energy. BRPT mengakuisisi 66,67% saham Star Energy pada 7 Juni 2018.
Meski begitu, rasio dan persentase perbandingan keuangan tersebut akan berubah jika mengacu pada pertumbuhan berdasarkan laporan 2017 yang disajikan kembali. Jika mengacu pada laporan keuangan yang disajikan kembali, pendapatan BRPT hanya tumbuh 12,2%. Sementara laba bersih yang dapat dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk emiten ini turun 41,90% menjadi US$ 70,38 juta. Pada periode sembilan bulan pertama tahun lalu. BRPT mencatatkan laba bersih sekitar US$ 121,13 juta. Maklum, berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, akuisisi BRPT terhadap Star Energy (“SEG”) dianggap sebagai kombinasi bisnis antara entitas sepengendali (PSAK 38). Oleh karena itu, kendati akuisisi baru tuntas pada Juni 2018, laporan keuangan tahun sebelumnya disajikan kembali seolah-olah Star Energy telah dikonsolidasikan kedalam BRPT sejak tahun sebelumnya. Kontribusi dari Star Energy menjadi penyeimbang dan mesin baru pendapatan BRPT, selain kontribusi dari PT Chandra Asri Tbk (TPIA). “Kinerja BRPT saat ini ditopang oleh kontribusi yang kuat dan stabil dari bisnis panas bumi serta dari bisnis petrokimia,” tandas Agus Salim Pangestu, Direktur Utama BRPT, dalam keterangan pers yang diterima Kontan.co.id, Rabu (31/10). Jika dirinci lebih jauh, kontribusi pendapatan utama BRPT masih ditopang oleh Chandra Asri Tbk (TPIA) yang sebesar US$ 1,96 miliar. Nilai itu tumbuh 8,89% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan pendapatan dari lini bisnis petrokimia ini disokong oleh realisasi peningkatan harga penjualan rata-rata. Sementara pendapatan dari Star Energy mencapai US$ 391 juta. Kendati demikian terjadi kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 18,05% yoy menjadi US$ 1,70 miliar dari US$ 1,44 miliar. Kenaikan beban pokok pendapatan itu akibat peningkatan biaya bahan baku naptha sekitar 35% yang didorong oleh kenaikan harga minyak. Selain itu, pabrik butadiene hanya beroperasi 71% dibandingkan dengan 116% di tahun sebelumnya. Penurunan itu akibat penghentian produksi selama 90 hari. Pabrik styrene monomer juga hanya beroperasi 88% dibandingkan dengan 104% pada tahun sebelumnya. Penurunan persentase operasi pabrik tersebut akibat turn around maintenance (TAM) atau perbaikan secara menyeluruh untuk satu jalur produksi. Pada saat yang sama, beban keuangan BRPT juga meningkat 278,6% dari US$ 42 juta pada kuartal III-2017 menjadi sekitar US$ 159 juta pada kuartal III-2018. Kenaikan beban keuangan tersebut berasal dari kenaikan beban biaya pendanaan. Sebagai catatan, untuk membiayai akuisisi Star Energy, BRPT menarik pinjaman bank tranche A senilai US$ 1,25 miliar dan pinjaman berjangka sebesar US$ 660 juta pada Maret 2017. Kenaikan beban inilah yang menekan laba bersih BRPT sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2018.
Meski begitu, Agus tetap optimistis kinerja keuangan dan bisnis BRPT ke depan akan lebih baik. Dia menyatakan, secara umum kinerja keuangan BRPT tetap berada pada kondisi yang sehat. Dia mencontohkan, saat ini marjin EBITDA sebesar 26,9%. Adapun tingkat utang bersih per EBITDA sebesar 1,9x secara konsolidasi. “Kami tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang industri petrokimia serta kontribusi dari bisnis panas bumi,” tandas Agus. Dia menambahkan, Chandra Asri juga telah menggelar sejumlah ekspansi. Misalnya, TPIA menambah kapasitas produksi pabrik butadiene sebesar 37.000 ton per tahun menjadi 137.000 ton per tahun. “Chandra Asri dan Michelin juga telah menyelesaikan usaha patungan berupa pendirian pabrik PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI),” kata Agus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati