KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menolak ditetapkannnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Menurut Ketua Umum HIPPINDO Budiharjo Iduansjah penetapan PP 28/2024 ini akan berpengaruh pada menurunnya pendapatan ritel. Ia menjelaskan, di dalam mal banyak ritel modern yang menjual rokok, tidak hanya itu banyak restoran juga memperbolehkan konsumen membeli rokok jika sudah berumur di atas 21 tahun. "Modal market rokok di ritel saat ini mencapai Rp 40 triliun. Kalau toko kami nggak boleh jual bisa kehilangan pendapatan Rp 21 triliun per tahun," kata dia dalam konferensi pers Polemik Larangan Penjualan Rokok di PP Nomor 28 Tahun 2024 di kawasan Cikini Jakarta Pusat Selasa (13/08). Baca Juga: Aturan Soal Rokok Lebih Ketat: Perlindungan Kesehatan atau Pembatasan Bisnis? Dengan diterapkannya PP tersebut, maka peritel akan kehilangan 15% pendapatan yang berasal dari rokok. "Rp 21 Triliun itu kan dari perhitungan 15 persen penjualan ritel dari rokok. Let say tokonya Indomaret, itu kan 20 ribu (gerai), kalau 50 persennya gak bisa jual rokok. Berarti 10 ribunya gak bisa jual rokok. Belum lagi Circle-K, Family Mart, dan lain-lain, ini sangat besar dampak ekonominya," jelasnya. Di dalam super market ungkap dia juga terdapat tempat bermain anak, otomatis ritel penjual rokok di dalam mal sudah dalam radius 200 meter. Budi bilang, pihaknya mau saja jika harus membantu memberikan edukasi diwilayah bermain anak, namun para tenant yang menjual rokok akan sulit dipindahkan jika menganut sistem radius tersebut. "Ada anggota kami FUN World (tempat bermain anak di mall), itu kan sudah termasuk jarak 200 meter. Kita bisa kerjasama misalnya dengan memasang poster bahayanya merokok, atau pas main game melalui TV," katanya. "Pemerintah harus bertanggung jawab dari hilir ke hulunya, yang sekolah yang dididik untuk tidak membeli rokok, bukan yang bergadang disuruh pindah," tambahnya. Disisi lain, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan produk rokok termasuk ke dalam produk jenis traffic puller. "Kalau rokok bagi ritel, itu trafic puller, bukan yang sangat dominan sekali, karena orang datang beli kebutuhan pokok, sehari-hari, makan-minum, beras-gula. Itu (bahan pokok) menempati poksi 80%, sisanya itu baruyang macem-macem, FMCG dan lain-lain," katanya. Meski begitu produk traffic puller menurut dia berpengaruh cukup besar pada pembelian produk lainnya di ritel. "Tapi karena traffic puller jadi kalau yang kaitannya harus dijaga, karena alasan masyarakat berbelanja adalah mencari sesuatu yang memang dipergunakan selain rokok ini," tutupnya. Sebagai tambahan informasi PP 28/2024 ini menjadi sorotan dari para pengusaha ritel terutama mengenai peraturan yang tertulis dalam pasal 434 poin D dan E. Adapun, berikut isi pasal 434 PP No 28/2024 tentang Kesehatan: (1) Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik:
- Menggunakan mesin layan diri;
- Kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil;
- Secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;
- Dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui;
- Dalam radius 2OO (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak
- Menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.