KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) melaporkan pendapatan bersih sebesar US$ 1,27 miliar hingga kuartal ketiga 2020. Realisasi ini menurun 8,6% dari pendapatan di periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 1,39 miliar. Suryandi, Direktur SDM & Urusan Korporat dan Sekretaris Perusahaan Chandra Asri mengatakan, penurunan pendapatan TPIA disebabkan oleh penurunan harga penjualan rata-rata produk petrokimia sebesar 21,69% menjadi US$ 780 per ton dari sebelumnya US$ 996 per ton. Harga pasar global ethylene dan polyethylene menurun cukup tajam, masing-masing 22,59% dan 24,36% menjadi US$ 682 per ton dan US$ 860 per ton. Hanya saja, permintaan produk masih sehat dan bertumbuh sehingga menghasilkan peningkatan volume penjualan sebesar 16,6% secara tahunan, menjadi 1.626 kilo ton (KT) dari sebelumnya 1.394 KT hingga kuartal ketiga 2019.
Mengutip laporan keuangan yang diterbitkan Senin (26/10), beban pokok pendapatan TPIA naik tipis 0,04% menjadi US$ US$ 1,22 miliar. Hal ini mencerminkan harga naphtha yang lebih rendah. Rata-rata harga naphtha pada sembilan bulan pertama 2020 sebesar US$ 414 per metrik ton (MT), turun dari harga naphtha pada periode yang sama yakni US$ 543 per MT.
Baca Juga: Di tengah pandemi, sektor petrokimia kian menantang Penurunan harga naphtha disebabkan oleh harga minyak mentah Brent yang lebih rendah yang terkontraksi ke rata-rata US$ 41 per barel, dibandingkan dengan US$ 65 per barel di periode sebelumnya. Namun, hal ini sebagian diimbangi oleh konsumsi naphtha yang lebih tinggi akibat peningkatan kapasitas dan produksi. Penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA turun 57,9% menjadi US$ 65,5 juta dari sebelumnya US$ 155,4 juta pada kuartal ketiga tahun lalu. Suryandi menyebut, kemerosotan industri petrokimia global terjadi pada kuartal pertama 2020. Pelemahan permintaan akan produk petrokimia masih terbawa sentimen perang dagang Amerika Serikat dengan China. Selain itu, adanya penambahan kapasitas dan perlambatan ekonomi global karena munculnya pandemi di Cina dan wilayah Asia Timur Laut pada saat itu menyebabkan rekor selisih margin industri petrokimia yang rendah. Alhasil, konstituen Indeks Kompas100 ini membukukan kerugian bersih US$ 19,73 juta. Hal ini berbanding terbalik dengan realisasi laba bersih senilai US$ 31,45 juta pada sembilan bulan pertama tahun lalu. Namun, Suryandi mengaku kinerja
TPIA pada kuartal ketiga membaik dibandingkan dengan kuartal kedua. Salah satunya adalah EBITDA di kuartal ketiga sebesar US$ 61 juta, meningkat dari EBITDA pada kuartal kedua yang hanya US$ 18 juta.
Baca Juga: Barito Pacific (BRPT) akan mengantongi dividen dari Star Energy Di kuartal ketiga, Suryandi juga menyebut permintaan petrokimia dari China sudah mulai pulih dan membuat margin produk membaik. “Ada titik terang di industri petrokimia. Harapannya nanti di kuartal keempat angin positif ini akan berlanjut hingga akhir tahun. Mudah-mudahan di akhir tahun nanti
net income dan EBITDA akan membaik,” ujar Suryandi dalam paparan publik kinerja Chandra Asri, Senin (26/10). Di tengah terjangan pandemik, Suryandi mengatakan TPIA tetap berupaya bertahan untuk memenuhi permintaan bahan baku, yang utamanya datang dari produsen alat-alat kesehatan seperti masker dan alat pelindung diri (APD).
Suryandi menegaskan, saat ini TPIA memiliki posisi neraca yang solid. Adapun likuiditas yang dimiliki emiten petrokimia ini sebesar US$ 797 juta per 30 September 2020, termasuk di dalamnya kas dan setara kas sebesar US$ 516 juta. TPIA juga mempercepat pelunasan
secured term loan terakhir pada Juli 2020 sebesar US$125 juta yang semestinya akan jatuh tempo pada tahun 2023. Selain itu, TPIA juga membeli kembali
(buyback) obligasi denominasi dolar AS sebesar US$ 20 juta di pasar terbuka, dan menerbitkan obligasi denominasi rupiah sebesar US$ 68 juta.
Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) mau merger, kata analis akan lebih efisien Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati