Pendapatan YLKI terkait rokok elektrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah tidak membuat aturan terkait dengan rokok elektrik atau vaporizer. Permintaan dari YLKI tersebut terkait dengan alasan kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh rokok elektrik tersebut.

Rosita Eva, Bidang Penelitian YLKI menyebutkan, produk rokok elektrik atau vaporizer tidak aman untuk kesehatan sehingga tidak aman bagi konsumen. “Buat apa dibuat regulasi toh harusnya barang ini tidak boleh masuk di Indonesia. Dan tidak perlu beredar di Indonesia,” kata Rosita kepada KONTAN, Kamis (19/10).

Rosita menyebutkan, tanpa diatur saja, produk tersebut bisa beredar dan merajalela dan penegakan hukumnya sangat rendah. “Ya kita tahu sendiri, pemerintah ketika baru ada kasus, baru bergerak. Jadi harusnya pemerintah ini tegas, kalau ada rokok elektrik beredar ya ditarik saja,” katanya.


Asal tahu saja, di Indonesia bisnis rokok elektrik ini berkembang sampai ke daerah. Merujuk informasi dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), jumlah toko yang menjual vaporizer di seluruh Indonesia mencapai 5.000 toko.  

Tak hanya di Indonesia, bisnis rokok elektrik alias vaporizer juga berkembang di banyak negara. Market Insider melaporkan, pasar bisnis rokok elektrik atau vaporizer bisa mencapai US$ 61,4 miliar di tahun 2025 mendatang.

Nilai bisnis dari rokok elektrik ini melonjak tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2013 lalu yang baru US$ 1,7 miliar. Penggunaan vaporizer yang menjadi tren di kalangan anak muda menjadi salah satu faktor pendorong dari bisnis rokok elektrik ini.

Selain di Indonesia, pertumbuhan pasar signifikan peredaran vaporizer terjadi  Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah, Amerika Latin dan juga Asia Pasifik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri