KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bali, pulau yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budaya, kembali menjadi magnet bagi jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Industri pariwisata Bali saat ini telah pulih dari dampak pandemi Covid-19 dengan jumlah wisatawan yang kembali meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pada periode Januari-Juli 2024, sebanyak 9.904.508 wisatawan yang mendatangi Bali. Angka kunjungan tersebut melampaui angka pra-pandemi pada periode yang sama di tahun 2019. Head of Green Building Council Indonesia (GBCI) Perwakilan Bali sekaligus Pendiri Jimbaran Hijau, Putu Agung Prianta mengatakan, meskipun peningkatan jumlah wisatawan ini merupakan berita baik, namun hal itu membawa tantangan tersendiri. Dimana gemerlapnya industri pariwisata Bali menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.
Saat ini Bali dinilai sudah dalam fase menghadapi ancaman dari pembangunan yang tidak terkendali untuk menopang industri pariwisata yang berlebih, yang sering kali mengabaikan aspek budaya dan lingkungan. Mulai dari alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan, tingkat kemacetan yang tinggi, dan isu sampah yang menambah kompleksitas masalah ini. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2020 hingga 2023 saja, rata-rata investasi domestik dan asing di Bali meningkat masing-masing sebesar 18% (domestik) dan 26% (asing). Oleh karena itu, menurut Agung penting bagi Bali untuk mulai menyusun blueprint mengenai pembangunan Bali kedepan dan kaitannya dengan industri pariwisata Bali. “Tujuannya untuk menciptakan Bali menjadi tempat yang lebih baik, menciptakan destinasi dan memadukannya dengan kebudayaan, keberlanjutan, inovasi, dan kreativitas. Jika tidak ditangani dengan baik sejak dini, kelak dapat berujung pada erosi budaya yang lebih luas,” pada acara Tourism, Hotel Investment & Networking Conference (THINC) 2024 di Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort, Rabu (7/8) seperti yang dikutip dari keterangannya, Kamis (8/8). Keberlangsungan budaya Bali, lanjut Agung, menjadi sangat penting untuk dijaga seiring dengan perkembangan yang pesat. Modernisasi dan globalisasi dikhawatirkan dapat membawa perubahan yang akan mengikis nilai-nilai lokal. Untuk itu, penting bagi seluruh stakeholder Bali melakukan perencanaan yang baik yang mengadopsi konsep green initiative dan pembangunan yang berkelanjutan yang fokus pada tata letak dan lingkungan. “Jadi masa depan Bali tergantung kita yang ada di ruangan ini. Pelaku pariwisata, investor, dan lainnya bagaimana membentuk Bali,” tambah Agung. Menurut Agung ada tiga poin penting yang perlu dijaga dalam pembangunan Bali.
Pertama, melestarikan identitas Bali dengan mempertahankan karakter Bali melalui desain bangunan yang mencerminkan budaya lokal.
Kedua, menghormati budaya dan adat istiadat dengan menjaga tradisi dalam setiap aspek kehidupan.
Ketiga, mendukung ekonomi lokal dengan melibatkan komunitas dalam setiap proyek pembangunan. Tiga poin tersebut menurut Agung juga sudah ia terapkan di Jimbaran Hijau yang fokus utamanya adalah keberlanjutan. Mulai dengan melibatkan masyarakat lokal dalam bertani dan penghijauan. “Awalnya orang Jimbaran tidak percaya lahan mereka bisa ditanami. Kini masyarakat bisa merasakan Jimbaran tidak kering seperti dulu. Karena kami di lokasi Jimbaran Hijau banyak menanam. Kami juga memulai inisiasi untuk solar panel dan pengisian baterai kendaraan listrik. Kami juga menggunakan platik sebagai bahan baku aspal. Jadi masa depan bali tergantung stakeholder pariwisata,” katanya. Oleh karena itu, lanjut Agung, melibatkan masyarakat lokal dalam setiap proyek pembangunan sangat penting. Mereka memiliki pemahaman mendalam tentang budaya dan kebutuhan setempat. “Dengan memberdayakan talenta lokal dan komunitas, Bali dapat menjaga warisan budaya dan menciptakan pembangunan yang lebih inklusif,” tegas Agung.
Apa yang dialami Bali saat ini sejatinya juga dialami oleh destinasi wisata di berbagai negara lain, salah satunya Barcelona, Spanyol. Di Barcelona, overtourism menyebabkan kemacetan, kenaikan harga properti, polusi, dan hilangnya identitas lokal. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Barcelona menerapkan pembatasan wisatawan, zona wisata, peningkatan fasilitas publik, edukasi terhadap aturan dan kebiasaan pada wisatawan, melakukan diversifikasi destinasi wisata, hingga regulasi pengetatan pembalakan liar. Menurut Agung, Bali memiliki potensi besar untuk masa depan yang cerah jika pembangunan dilakukan dengan bijaksana. Pelestarian budaya, pemberdayaan komunitas lokal, dan penerapan inisiatif hijau adalah kunci untuk menjaga keindahan dan kekayaan pulau ini. “Jadi Bali sama sekali tidak antiwisatawan. Justru kita harus mengubah pola pariwisata agar menarik para wisatawan yang berkualitas. Dengan langkah-langkah konkrit, kita dapat berkontribusi pada masa depan Bali yang berkelanjutan,” kata Agung. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fahriyadi .