KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan Infrastruktur dan hilirisasi Presiden Joko Widodo mendapatkan sorotan banyak pihak, utamanya dalam pengentasan kemiskinian. Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Sri Mulyani mengungkapkan alokasi anggaran besar untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai infrastruktur tidak berdampak kesejahteraan rakyat banyak. "Kenyataannya, sebagian besar penurunan angka kemiskinan lebih banyak disumbangkan oleh program-program bansos yang diluncurkan pemerintah," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya dikutip, Rabu (21/8).
Baca Juga: Mengurangi Kemiskinan, Anggaran Perlinsos Naik Jadi Rp 504,7 Triliun Tahun Depan Berdasarkan kajian IDEAS terhadap PSN Infrastruktur Jalan Tol (Nganjuk dan Pasuruan), PSN Hilirisasi Tambang (Morowali dan Halmahera Tengah) dan PSN Parawisata Prioritas (Manggarai Barat dan Lombok Tengah) menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur dan hilirisasi tambang belum berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan signifikan mengurangi kemiskinan. Menurutnya, di lokasi dibangunnya PSN, progres penanggulangan kemiskinan berlangsung sangat lamban setelah PSN tersebut berjalan. Bahkan kata dia, penurunan kemiskinan terjadi secara progresif justru terjadi di era sebelum PSN dibangun. Pembangunan jalan tol sering dilekatkan dengan rasionalitas antara permintaan perjalanan dan pertumbuhan ekonomi. Jalan tol menurunkan biaya logistik, memperbaiki rantai pasok, meningkatkan perdagangan dan mendorong industrialisasi. "Namun ini semakin banyak bukti yang menunjukkan kontra argumen yang memutus keterkaitan infrastruktur transportasi dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” ujar Sri Mulyani. Sejak Desember 2018, dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, berhasil tersambung dalam jaringan tol trans Jawa. Kabupaten Nganjuk menjadi salah satu daerah yang banyak terdampak dengan pembangunan jalan tol di era Presiden Jokowi ini. Namun, Pasca akselerasi pembangunan jalan tol, angka kemiskinan Kabupaten Nganjuk terlihat menurun namun lamban. “Angka kemiskinan turun hanya 0,25% per tahun dari 13,14% pada 2014 menjadi 10,89% pada 2023, dengan jumlah penduduk miskin turun hanya 2.300 jiwa per tahun dari 137.000 jiwa menjadi 116.000 jiwa,” ungkap Sri Mulyani. Menurut Sri Mulyani, hal tersebut berbeda jauh dari pengalaman Kabupaten Nganjuk di era tanpa jalan tol dimana angka kemiskinan turun secara progresif. Angka kemiskinan turun hingga 1,75% per tahun dari 25,83% pada 2006 menjadi 13,60% pada 2013, dengan jumlah penduduk miskin turun hingga 16.400 jiwa per tahun dari 225.000 jiwa menjadi 141.000 jiwa. “Seiring sistem jejaring jalan tol yang semakin maju, pembangunan jalan tol baru hanya berkontribusi kecil pada produktivitas dan seringkali hanya merelokasi aktivitas ekonomi pada jarak yang tidak berjauhan. Meski jalan tol menurunkan biaya produksi bagi industri yang intensif menggunakannya, namun manfaatnya semakin menurun seiring waktu,” ucap Sri Mulyani.
Baca Juga: Mitigasi Risiko Kehilangan Lapangan Kerja Akibat Transisi Energi Sri juga menyoroti kebijakan hilirisasi tambang yang diklaim pemerintah akan menciptakan kesejahteraan dan akan membawa Indonesia menjadi negara maju. Selain penerimaan fiskal dari pajak ekstraktif dan penciptaan lapangan kerja, argumen untuk adopsi strategi hilirisasi tambang seringkali juga didasarkan pada nasionalisme ekonomi untuk penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi di dalam negeri melalui industrialisasi berbasis komoditas tambang. Sri Mulyani membenarkan secara angka, hilirisasi memang menaikkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), namun terlihat tidak berdampak luas bagi perekonomian lokal.
Berdasarkan temuan IDEAS, pasca pembangunan infrastruktur hilirisasi industri pengolahan nikel, angka kemiskinan Kabupaten Morowali menurun namun lamban, hanya 0,47% per tahun, turun dari 16,37% pada 2015 menjadi 12,59% pada 2023, dengan jumlah penduduk miskin turun hanya 523 jiwa per tahun, turun dari 37.600 jiwa menjadi 33.413 jiwa. Sementara saat sebelum ada hilirisasi, angka kemiskininan di Morowali tampak turun secara progresif yakni turun hingga 1,90% per tahun, dari 30,14% pada 2006 menjadi 14,97% pada 2014, dengan jumlah penduduk miskin turun hingga 2.263 jiwa per tahun, dari 52.000 jiwa menjadi 34.000 jiwa. "Pengalaman daerah sentra hilirisasi nikel ini secara jelas menunjukkan minimnya dampak kesejahteraan hilirisasi yang dapat ditelusuri dari fakta bahwa pertumbuhan tinggi daerah kaya nikel tersebut nyaris sepenuhnya berasal dari investasi swasta asing dan aktivitas ekspor – impor," Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi