Penelitian: eye-on-a-chip digunakan mempelajari penyakit mata kering



KONTAN.CO.ID - Para peneliti mengembangkan eye-on-a-chip alias untuk mempelajari lebih dalam tentang dry eye disease (DED).

Orang-orang yang menghabiskan waktu delapan jam atau lebih di depan komputer akan merasakan mata mereka lelah atau kering. Parahnya, mereka dapat terkena dry eye disease (DED) alias penyakit mata kering.

Baca Juga: Peneliti: Kapten kapal kunci produktifitas kapal penangkap ikan


Mengutip dari National Science Foundation (NSF), DED merupakan penyakit umum dengan sedikit pilihan obat yang disetujui oleh U.S Food and Drug Administration. Alasannya, mereka sulit memodelkan patosifiologi pada mata manusia yang kompleks.

Para peneliti Penn Engineering mengembangkan artificial intelegent yang dinamakan eye-on-a-chip. Mereka membuat chip ini di laboratorium mereka.

Asal tahu saja, Divisi Teknik NSF, Pusat Sains dan Teknologi Rekayasa Mechano-Biologi mendukung proyek tersebut.

Chip tersebut dilengkapi dengan kelopak mata yang digunakan para ilmuwan dan ahli farmasi untuk pengembangan pemahaman serta perawatan terhadap DED.

Penelitian ini diterbitkan dalam Nature Medicine. Artikel tersebut menguraikan akuransi dari eye-on-a-chip sebagai replika organ yang berfungsi sebagai platform pengujian obat.

Baca Juga: Perubahan iklim mempengaruhi tingkah laku hewan

Dan Huh dan Jeongyun Seo, Bioengineers memimpin penelitian ini. Sekedar info, Huh merupakan spesialis perancang organ dalam bentuk chip. Sebelumnya, dia telah membuat organ chip paru-paru dan proksi sumsum tulang yang diluncurkan ke luar angkasa untuk mempelajari penyakit astronot.

Huh dan Seo memfokuskan penelitian ini pada rekayasa model mata yang dapat meniru mata sehat dan mata yang terkena DED.

"Dari sudut pandang teknik, kami rasa menarik untuk berpikir tentang kemungkinan meniru lingkungan mata manusia yang berkedip," kata Huh

"Menciptakan organ dalam bentuk chip yang mengimitasi proses seluler alami membutuhkan pengetahuan baru dari berbagai disiplin ilmu dan manufaktur yang canggih untuk membuatnya secara massal di masa depan," kata Siddiq Qidwai, Direktur Program Pusat Ilmu dan Teknologi Rekayasa Mechano-Biologi.

Baca Juga: Mamacare, teknologi pendeteksi kanker payudara

"Investasi NSF di pusat ilmu dan teknologi memberikan lingkungan penelitian kolaboratif jangka panjang yang diperlukan untuk membuat terobosan dalam bidang teknik dan kesehatan," pungkas Siddiq.  

Editor: Tri Sulistiowati