Penempatan dana perbankan di surat berharga valas naik, ini sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan dana bank di surat berharga dalam nominal valuta asing mengalami kenaikan seiring dengan naiknya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas.

Sampai Oktober 2018 pertumbuhan DPK valas sebesar 14,59% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 847,2 triliun. Pertumbuhan DPK valas ini jauh melebihi pertumbuhan DPK rupiah yang pada periode yang sama tahun 2017 yang naik 6,43% yoy.

Berdasarakan catatan kontan.co.id dari 10 bank besar, penempatan surat berharga dalam valas sampai kuartal III-2018 sebesar Rp 184,9 triliun atau naik 33% secara tahunan atau year on year (yoy).


Kenaikan penempatan dana di surat berharga valas ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2017 yang turun 2,53% menjadi Rp 138,9 triliun. Data ini berdasarkan laporan keuangan konsolidasi bank (audited) kuartal III-2018 yang dikirimkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sepuluh bank besar yang diambil data penempatan surat berharga valasnya ini disesuaikan dari urutan total aset bank. Sampel 10 bank ini diantaranya adalah dari BRI, Bank Mandiri, BCA, BNI, BTN, Bank CIMB Niaga, Bank Panin, Bank OCBC NISP, Maybank Indonesia dan Bank Permata.

Halim Alamsyah, Ketua Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengakui memang ada tren kenaikan penempatan dana disurat berharga valas pada tahun ini. “Selain karena fluktuasi kurs rupiah yang cukup tinggi juga sebagai upaya bank melakukan upaya hedging,” kata Halim kepada kontan.co.id, Rabu (26/12).

Surat berharga valas selalu menjadi titik pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini karena sifatnya tradable dan dapat berpindah tangan dengan cepat tanpa diketahui dengan jelas siapa yang memegang terakhir.

Apalagi jika bank kustodiannya menurut Halim tidak diketahui dengan jelas oleh pengawas. Oleh karena itu bank harus memiliki aturan internal yang mempuni dan harus menunjukkan dimana saja kustodian dari surat berharga valas ini.

Jika ada di Indonesia akan mudah bagi OJK dalam melakukan pengawasan. Terkait risiko ini, Halim bilang sejak Bank Indonesia (BI) memperkenalkan produk baru Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) ini diharapkan bank bisa lebih baik dalam mengelola risiko valas.

Menurut Halim, sampai saat ini, hanya bank besar bermodal inti diatas Rp 5 triliun atau BUKU III dan BUKU IV yang aktif dalam memegang aset valas. Secara umum bank di Indonesia relatif konservatif dalam mengelola surat berharga valas.

Haryono Tjahjarijadi, Presiden Direktur Bank Mayapada mengatakan penyebab kenaikan penempatan dana valas ini disebabkan karena DPK valas bank mengalami kenaikan. “Ini karena penempatan dana valas oleh nasabah bank naik,” kata Haryono kepada kontan.co.id, Rabu (26/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi